SuaraJatim.id - Pandemi Covid-19 yang melanda berbagai daerah di Indonesia ternyata juga berdampak pada menurunnya jumlah pekerja migran atau tenaga kerja
Jumlah pekerja migran Indonesia asal Banyuwangi, Jawa Timur tercatat menurun di tahun ini ketimbang tahun-tahun sebelum virus asal China tersebut mewabah.
Koordinator Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Banyuwangi Muhammad Iqbal menerangkan, pada tahun 2020 terhitung hingga Juni terdapat 2.207 pekerja migran asal Banyuwangi.
Hal ini berbanding terbalik pada tahun 2017, 2018 dan 2019 yang cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2017 ada sebanyak 7.612 pekerja migran asal Banyuwangi, tahun 2018 meningkat ke angka 8.726 pekerja, tahun 2019 juga meningkat sebanyak 8.773 orang.
Baca Juga:Lindungi Pekerja Migran, Kemnaker Beri Sanksi pada 2 Perusahaan
"Penurunan di tahun 2020 ini disebabkan karena ditutupnya berbagai negara akibat adanya pandemi Covid-19," kata Iqbal saat ditemui di kantornya seperti dilansir Suaraindonesia.co.id-jaringan Suara.com pada Rabu (28/10/2020).
Iqbal mengatakan, pekerja migran tersebut tersebar di beberapa negara. Namun negara yang paling diminati Masyarakat Banyuwangi diantaranya Taiwan, Hongkong dan Singapura. Malaysia tercatat lebih sedikit.
"Karena di Malaysia banyak yang tidak terdaftar," ujarnya.
Meskipun mengalami penurunan, saat ini Kabupaten Banyuwangi masih menduduki peringkat lima Se-Jawa Timur dalam hal pengiriman warganya ke luar negeri.
Penentuan tersebut berdasarkan pekerja migran yang terdaftar dan kemungkinan akan lebih besar lagi jika ditambah pekerja migran yang tidak terdaftar.
Baca Juga:Penampungan Pekerja Migran di Cirebon Digrebek, Lokasinya Kotor dan Bau
"Bisa dibayangin ya, yang terdaftar saja sudah peringkat lima, bagaimana kalau ditambah dengan yang tidak terdaftar, biasanya bisa dua sampai tiga kali lipat," katanya.
Dijelaskannya, faktor tersebut juga dipengaruhi oleh budaya Masyarakat Banyuwangi yang mengajak keluarga dan sanak saudara guna melanjutkan estafet trend bekerja di luar negeri. Sudah menjadi culture yang disebut dengan migrasi tradisional.
"Turun temurun, bapaknya di luar negeri anaknya ingin ikut, ibunya di Hongkong anaknya ingin ke Taiwan dan lain sebagainya," ujarnya.