Sriwijaya Air Jatuh, Usia Pesawat Bukan Penentu Faktor Keselamatan

Kleopas Danang Bintoroyakti mengatakan, usia pesawat bukan menjadi satu-satunya penentu faktor keselamatan penerbangan.

Iwan Supriyatna
Selasa, 12 Januari 2021 | 15:06 WIB
Sriwijaya Air Jatuh, Usia Pesawat Bukan Penentu Faktor Keselamatan
Ilustrasi pesawat terbang.

Dia menuturkan untuk Boeing 737-500 merupakan varian Boeing 737 yang terpendek sehingga kapasitas tempat duduk lebih sedikit, yakni 100 penumpang dibandingkan Boeing 737-300, -400 namun memiliki jarak tempuh yang sedikit lebih jauh dibandingkan versi -300 dan -400, yakni 2.375 nautical mile atau setara dengan 4.398 kilometer.

"Dari segi operational requirement (syarat pengoperasian) seperti panjang runway (landasan pacu) kurang dari 2.000 m +- 1.830 m, yang memberikan fleksibilitas untuk dioperasikan ke bandara-bandara sekunder," katanya.

Namun, Danang mengatakan untuk Boeing 737-500 mayoritas sudah dipensiunkan (phase out) biasanya pada umur 21 tahun.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dinyatakan dalam kondisi laik udara sebelum terbang.

Baca Juga:Bolak-balik Bandara, Orang Tua Pramugari Sriwijaya Air SJ-182 Jatuh Sakit

Pesawat jenis B737-500 tersebut telah memiliki certificate of airworthiness (sertifikat kelaikudaraan) yang diterbitkan oleh Kemenhub dengan masa berlaku sampai dengan 17 Desember 2021.

Berdasarkan data yang ada, pesawat Sriwijaya SJ 182 masuk hanggar pada 23 Maret 2020 dan tidak beroperasi sampai dengan Desember 2020. Kemudian, Ditjen Perhubungan Udara telah melakukan inspeksi pada 14 Desember 2020.

Selanjutnya, pada 19 Desember 2020, pesawat mulai beroperasi kembali tanpa penumpang/no commercial flight dan pada 22 Desember 2020, pesawat beroperasi kembali dengan penumpang/commercial flight.

Kemenhub telah menindaklanjuti perintah kelaikudaraan (airworthiness directive) yang diterbitkan oleh Federal Aviation Administration (FAA) atau regulator penerbangan sipil di Amerika Serikat, dengan menerbitkan perintah kelaikudaraan pada 24 Juli 2020.

"Perintah kelaikudaraan tersebut mewajibkan operator yang mengoperasikan pesawat jenis Boeing 737-300/400/500 dan B737-800/900 untuk melakukan pemeriksaan engine sebelum dapat diterbangkan," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanto.

Baca Juga:Tragedi Sriwijaya Air, Penyelam Temukan Jenazah dan Kursi di Dasar Laut

Ditjen Perhubungan Udara melakukan pemeriksaan untuk memastikan pelaksanaan perintah kelaikudaraan tersebut telah dilakukan pada semua pesawat sebelum dioperasikan kembali.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak