SuaraJatim.id - Meskipun kondisi sedang pandemi Covid-19, Korea Utara (Korut) rupanya tetap fokus mengembangkan rudal nuklir dan balistiknya sepanjang 2020 lalu.
Korup juga ngeyel tidak mempedulikan sanksi internasional terkait senjata nuklir tersebut. Bahkan, menurut laporan rahasia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Korut mendapat dukungan dana sebesar USD 300 juta atau setara Rp 4,2 triliun dari para peretas dunia mayanya.
Masalah itu juga dilaporkan oleh pengawas sanksi independen yang mengatakan kalau Pyongyang "memproduksi bahan fisil, memelihara fasilitas nuklir dan meningkatkan infrastruktur rudal balistik" sambil terus mencari bahan dan teknologi untuk program tersebut dari luar negeri.
Dikutip dari Antara hasil laporan Reuters, Senin (08/02/2021), sebuah laporan tahunan kepada Komite Sanksi Korea Utara di Dewan Keamanan PBB datang hanya beberapa pekan setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden dilantik.
Baca Juga:Setahun Menghilang, Keberadaan Istri Kim Jong Un Kini Menjadi Misteri
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan, pemerintah AS merencanakan pendekatan baru ke Korut, termasuk tinjauan penuh dengan sekutu mereka "terkait opsi tekanan yang sedang berlangsung dan potensi diplomasi di masa depan."
Sebelumnya, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan mantan Presiden AS Donald Trump bertemu tiga kali pada 2018 dan 2019. Namun pertemuan itu gagal membuat kemajuan, AS ngotot agar Pyongyang menyerahkan senjata nuklir dan Korea Utara ingin sanksi dicabut.
"Tahun lalu, Korea Utara menampilkan sistem rudal balistik jarak pendek, jarak menengah, kapal selam dan rudal antar benua baru di parade militer," demikian laporan pejabat PBB, menurut Reuters.
Laporan PBB itu juga mengatakan negara anggota yang tidak disebutkan namanya telah menilai kalau dari segi ukuran, rudal Korea Utara sangat mungkin perangkatnya dipasang ke rudal balistik jarak jauh, jarak menengah dan jarak pendek.
"Negara Anggota, bagaimanapun, menyatakan tidak pasti apakah Korea Utara telah mengembangkan rudal balistik yang tahan terhadap panas yang dihasilkan selama masuk kembali ke atmosfer," kata laporan itu.
Baca Juga:Diam-diam, Korea Utara Mulai Uji Coba Vaksin Covid-19
Korea Utara telah dikenai sanksi PBB sejak 2006. Sanksi tersebut telah diperkuat oleh 15 anggota Dewan Keamanan selama bertahun-tahun dalam upaya untuk memotong dana bagi program rudal nuklir dan balistik Pyongyang.
Namun faktanya mereka tetap terus mengembangkan senjata nuklir mereka. Dari sana para pemantau PBB itu pada 2020 menemukan bukti kalau para peretas yang terkait dengan Korea Utara "terus melakukan operasi terhadap lembaga keuangan dan lembaga penukaran mata uang virtual untuk menghasilkan pendapatan".
Dana hasil peretasan di dunia maya itu mereka gunakan untuk mendukung program nuklir dan misil Korut. "Menurut salah satu negara anggota, total pencurian aset virtual Korea Utara, dari 2019 hingga November 2020, bernilai sekitar 316,4 juta dolar AS atau sekitar Rp 4,4 triliun," kata laporan itu.
Pada 2019, pengawas sanksi melaporkan bahwa Korea Utara menghasilkan setidaknya 370 juta dolar AS atau sekitar Rp5,1 triliun dengan mengekspor batu bara, yang dilarang berdasarkan sanksi PBB.