Dua GKJW Tertua Ini Tetap Lestari di Jatim, Salah Satunya di Kota Santri

Persekutuan gereja-gereja yang berbasis di Jawa Timur atau yang biasa disebut Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) memang banyak tersebar di Provinsi Jawa Timur.

Muhammad Taufiq
Selasa, 06 Juli 2021 | 12:57 WIB
Dua GKJW Tertua Ini Tetap Lestari di Jatim, Salah Satunya di Kota Santri
gkjw mojowarno – instagram @gkjw_mojowarno

SuaraJatim.id - Persekutuan gereja-gereja yang berbasis di Jawa Timur atau yang biasa disebut Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) memang banyak tersebar di Provinsi Jawa Timur.

Deklarasi GKJW sebagai gereja dilakukan melalui pendirian suatu Majelis Agung (MA) yang merupakan upaya mempersatukan 29 raad pasamuwan alit (majelis jemaat) di seluruh provinsi paling timur Jawa ini.

Sejak zaman malaise dulu, sampai sekarang GKJW memiliki anggota sekitar 150.000 jiwa yang terbagi dalam 171 jemaat di seluruh penjuru Jawa Timur. Beberapa GKJW di Jatim bahkan dianggap tertua. Lantas, mana saja gereja tertua tersebut?

1. GKJW Mojowarno

Baca Juga:Heboh! Anak-anak Jombang Ini Lagi Main Nemu Bayi Merah Mengambang di Sungai

Dengan banyaknya pondok pesantren yang ada di Jombang, siapa yang menyangka jika sebenarnya gereja tertua di Jawa Timur berdiri di kota ini. Meskipun Jombang dikenal sebagai Kota Santri, wilayah di Mojowarno justru dihuni oleh mayoritas umat Kristen.

Salah satu buktinya adalah dengan adanya GKJW yang merupakan salah satu gereja kuno. Pembangunan gereja ini dimulai sejak 24 Februari 1879.

Gereja tertua yang sekaligus menjadi salah satu landmark Jombang ini terletak di pusat Kecamatan Mojowarno.

Berdiri megah di sebelah barat Jalan Mojowarno-Bareng, bangunan berwarna putih total ini memang nampak sangat berbeda dan sangat mudah dikenali siapapun yang melintas di depannya. Bangunannya berkostruksi batu bata seutuhnya, namun terlihat sangat kokoh.

Dari luar, gereja ini berbentuk persegi dengan luasan 700 meter persegi, bangunan ini bergaya Eropa atau Gothic dengan atap berbentuk segitiga setinggi 20 meter dengan empat pilar yang menjaga di bagian bawah.

Baca Juga:Rekor! 36 Jenazah COVID-19 Dimakamkan Dalam Sehari di TPU Jombang Tangsel

Di depan menara, berjajar pula empat tiang besi hitam yang dulunya sempat jadi tiang lampu, namun kini dijadikan hiasan. Di bagian atas gewel, terdapat sebuah menara berbentuk tabung dengan atap yang runcing juga berisi bel besar yang biasa dibunyikan sesaat sebelum kegiatan ibadah dimulai.

Sementara di depan gewel, tertulis kutipan kitab injil yang berbunyi Dhuh Gusti, Ingkang Kawula Purugi Sinten Malih? Paduka Ingkang Kagungan Pangandikaning Gesang Langgeng (Ya Tuhan, kepada siapa kami pergi? Hanya Engkaulah yang memiliki sabda hidup kekal).

Bangunan ini juga memiliki empat pintu utama yang jadi jalan keluar masuk jemaat, lokasinya dua pintu di bagian depan dan dua pintu lainnya di samping kanan dan kiri bangunan. Serta sebuah pintu kecil di ruang Konsitori yang jadi jalan keluar masuk pendeta dan sejumlah majelis gereja.

Jendelanya, berjumlah total 14 buah, 12 buah jendela berukuran besar yang mengelilingi bangunan, serta dua buah jendela kecil di bagian ruang Konsitori. Saat memasuki ruangan Gereja, suasana klasik langsung menyambut. Dua tangga di sisi kanan dan kiri pintu menyambut tamu yang datang.

Tangga-tangga ini adalah jalan menuju ruangan di balkon dan di atas balkon satu tangga lagi di bagian tengah berbentuk melingkar mengarah ke ruang bel. Atapnya, berbentuk lengkungan dari lapisan kayu berwarna hijau, lengkap dengan tiga lampu gantung kuno.

Di ruangan utama, berjajar bangku kayu memanjang yang terlihat sangat klasik di atas lantai marmer. Meski berusia ratusan tahun, puluhan bangku terbuat dari kayu kualitas terbaik di dalam ruangan ini masih sangat kuat.

Sementara di bagian depan ruangan utama, terdapat mimbar pendeta yang sekilas berbentuk kereta kencana yang juga terbuat dari kayu jati pilihan dan berusia sama dengan bangku. Di sampingnya, terdapat satu set alat musik berupa gamelan, drum, dan juga keyboard.

2. GKJW Suwaru

Bangunan GKJW Suwaru tidak dibangun oleh bangsa kolonial yang kala itu menduduki Kabupaten Malang, termasuk wilayah Pagelaran. Kini Gereja GKJW Suwaru berusia 201 tahun alias sudah dua abad.

Yang membangun gereja ini warga Jawa setempat pada masa kolonial. Gereja ini dibangun pada tahun 1817.

Ornamen gereja memang kental dengan arsiterktur peninggalan kolonial. Tampak jendela-jendela berukuran besar menghiasi tembok gereja. Daun pintu gereja juga masih sangat klasik. Dengan model dua pintu dan berlapis horizontal.

Belum lagi bangunan yang tinggi, dengan lantai jadul mengilap. Di luar gereja, tampak menara dengan salib besar di atasnya.

Beberapa benda peninggalan gereja dari pertama kali dibangun hingga sekarang masih tersimpan dengan baik. Salah satunya adalah kursi gereja. Kursi itu masih orisinil sejak zaman dulu.

Ada juga peninggalan tuwung atau cawan suci yang biasanya digunakan untuk persembahan. Juga ada taplak peninggalan zaman dulu. Sekarang disimpan dengan baik di lemari khusus.

Tuwung yang usianya sudah ratusan tahun itu masih terawat dengan baik. Terbuat dari tembaga yang memancarkan kilau, seolah menggambarkan sisa masa kejayaannya.

Kontributor: Frisca Tanjung

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini