6. Doanya Akan Diijabah

Saat menyertakan Surat Al Ikhlas dalam setiap permohonan, Insya Allah akan dikabulkan. Pada sebuah hadis disebutkan, artinya “Dari ‘Abdullah bin Buraidah dari Bapaknya, sesungguhnya Nabi SAW mendengar seseorang berkata: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu, Sungguh Engkau Allah dzat yang ‘Ahad, yang tidak tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan-Nya’. Maka beliau bersabda: ’Sungguh, dia meminta kepada Allah dengan Nama-Nya yang agung, yang jika seseorang meminta dengan Nama tersebut, maka permintaannya akan diberikan, dan jika berdo’a dengan nama tersebut, maka doanya akan dikabulkan.” (HR Ahmad)
Surat Al Ikhlas dan Tafsirnya
Ayat 1: Qul huwallaahu ahad.
Baca Juga:Surat Al Kafirun Ayat 1-6: Keutamaan dan Tafsirnya
Artinya, “Dialah Allah Yang Maha Esa.”
Kata ahad dari akar kata wahdah yang artinya kesatuan. Juga kata waahid yang berarti satu. Kata ahad dalam ayat ini berfungsi sebagai sifat Allah yang artinya Allah memiliki sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya.
Menurut Sayyid Qutb, “qul huwallaahu ahad” merupakan lafal yang lebih halus dan lebih lembut daripada kata “ahad.” Sebab ia menyandarkan kepada makna “wahid” bahwa tidak ada sesuatu pun selain Dia bersama Dia dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang sama denganNya.
Ayat 2: Allaahusshamad.
Artinya, “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”
Baca Juga:Obat Anti Galau Ala Islam, Baca Ayat Al Quran Penyemangat Hidup
Ibnu Abbas menjelaskan tafsir ayat ini. Maksudnya adalah, seluruh makhluk bergantung kepada Allah dalam kebutuhan dan sarana mereka. Dialah Tuhan yang maha sempurna dalam perilakuNya. Maha Mulia yang mahasempurna dalam kemuliaan-Nya. Maha Besar yang maha sempurna dalam kebesaran-Nya
Menurut Tafsir Al Misbah, ash shamad dari kata kerja shamada yang artinya menuju. Ash shamad merupakan kata jadian yang artinya yang dituju.

Ayat 3: Lam yalid walam yulad.
Artinya, “Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna ayat ini adalah Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak mempunyai istri.
Sayyid Qutb menjelaskan, hakikat Allah itu tetap, abadi, azali. Sifatnya adalah sempurna dan mutlak dalam semua keadaan. Kelahiran adalah suatu kemunculan dan pengembangan, wujud tambahan setelah kekurangan atau ketiadaan. Hal demikian mustahil bagi Allah. Kelahiran juga memerlukan perkawinan. Lagi-lagi, ini mustahil bagi Allah.