SuaraJatim.id - Surah Al Insyirah adalah surah ke-94 dalam Al Quran. Surat ini terdiri 8 ayat dan termasuk golongan Surat Makkiyah serta diturunkan sesudah Surat Addhua. Berikut manfaat baca Surat Al Insyirah.
Membaca Surat Al Insyirah secara istikamah dalam waktu tertentu memiliki banyak keutamaan. Dalam kitab Khazinatul Asrar disebutkan setidaknya terdapat beberapa keutamaan membaca Surat Al Insyirah.
Berikut keutamaan membaca Surat Al Insyirah:
- Seseorang yang membaca Surat Al Insyirah secara rutin setelah salat wajib, maka akan dimudahkan segala urusannya, kesulitan akan dihilangkan dan akan mendapatkan rezeki tanpa diduga-duga.
- Membaca Surah Al Insyirah secara rutin akan mendatangkan kemudahan rezeki, melapangkan dada, dan menghilangkan rasa malas dalam beribadah.
- Sebagian ulama berkata membaca Surat Al Insyirah dapat memudahkan rizeki, melapangkan dada, menghilangkan kesulitan dalam segala perkara, memperbaiki orang yang malas dalam beribadah dan orang yang pengangguran dalam bekerja.
- Jika dibaca di waktu Duha sebanyak 200 kali, maka ia akan diberi kemampuan melihat hal-hal yang istimewa dan rahasia-rahasia yang mengherankan.
- Dikaruniakan kekayaan yang melimpah. Bagi yang ingin kehidupannya lebih baik, cobalah untuk mendawamkan Surat Al Insyirah sebanyak 40 kali setelah salat fardu. Lakukan selama 7 hari berturut-turut setiap waktunya.
- Dimudahkan memperoleh pekerjaan. Bagi yang kesulitan mendapatkan pekerjaan, cobalah laksanakan salat sunah mutlak 2 rakaat. Bacaan surat di dalam salat tersebut bebas sesuai dengan yang kita bisa. Kemudian setelah shalat, bacalah Surat Al Insyirah sebanyak huruf dari surat tersebut. Setelah itu mohonkanlah apa yang menjadi keinginan kita.
Isi Surat Al Insyirah
Baca Juga:Khasiat Surat Al Ikhlas, Jika Dibaca 10 Kali Akan Dapat Istana di Surga
- (1) “Alamnasyrah laka shadrak.
- (2) Wawadho' naa angkawizrak.
- (3) Alladzii angqhadhadzah rak.
- (4) Warafa' naa lakadzikrak.
- (5) Fainnama al usri yusraaa.
- (6) Innama al usri yusraaa.
- (7) Faidzaa faragh tafangshabb.
- (8) Wa ilaa rabbika far ghabb.”
Artinya, Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Bukankah kami telah melapangkan dadamu [Muhammad]. Dan kamipun telah menurunkan beban darimu. Yang memberatkan punggungmu. Dan kami tinggikan sebutan [nama] mu bagimu. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai [dari sesuatu urusan], Tetaplah bekerja keras [untuk urusan yang lain]. Dan hanya kepada tuhan mulah engkau berharap.
Surat ini merupakan Surat Makkiyah akhir yang turun menjelang Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Pembahasan ayat ini dibagi dalam tiga bagian. Kelompok pertama, atau pada ayat 1-4, membahas seputar beban hidup dan berbagai kesusahannya. Bagian kedua, ayat 5 dan 6 yang memuat tentang bagaimana pembanding antara kesusahan dan kemudahan. Ketiga, ayat 7 dan 8 memuat sikap yang diambil dalam menjalani kehidupan.
Prof Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah menjelaskan bahwa Surat Al Insyirah ini turun sebagai penenang bagi Nabi Muhammad. Saat itu Nabi sedang memikul beban yang sangat berat, walaupun tidak secara tekstual Alquran menguraikan beban tersebut.
Pertama, wafatnya istri Nabi, Sayyidah Khadijah dan paman Nabi, Abu Thalib. Kedua, beratnya wahyu Alquran yang beliau terima. Ketiga, kondisi masyarakat Arab jahiliyah di Makkah yang menentang dan melakukan tipu-daya kepada dakwah Islam Nabi Muhammad.
Prof Quraish lebih condong kepada poin ketiga dimana Nabi merasakan beban psikologis yang diakibatkan keadaan umat yang diyakini beliau berada dalam jurang kebinasaan, dan Nabi Muhammad belum dapat menemukan solusi yang tepat untuk hal tersebut. Hal ini diungkapkan Quraish Shihab dalam penafsiran Surat Al Insyirah ayat 1-4.
Baca Juga:Surat Al Kafirun Ayat 1-6: Keutamaan dan Tafsirnya
Penafsiran ini berbeda diungkapkan oleh Fakhruddin Ar-Razy dalam Tafsir Kabir. Masalah yang sedang membebani Nabi adalah mengenai kefakiran beliau perihal harta yang dijadikan bahan penolakan dan ejekan oleh kaum Jahililiyyah Makkah.
Ar-Razy pada penafsiran berikutnya, ayat 5 dan 6, mengartikan kata yusran sebagai dunia dan dan harta merupakan bagian dari dunia. Hendaknya Nabi tidak perlu terlalu memikirkanknya, karena kesusahan Nabi di dunia akan berbuah di akhirat kelak.
Pemaknaan lain disampaikan Ibnu Katsir di tafsir Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim. Dalam Surat Al Insyirah ayat 5 dan 6, makna yang ditekankan lebih pada aspek kebahasaannya. Kata al-‘usr pada ayat tersebut disebutkan dalam bentuk mufrad (tunggal) yang ditanidai dengan adanya kata al pada kata tersebut dan menjadikan makna satu kesulitan
Sementara itu, kata yusran dibentuk dengan model nakirah yang memiliki makna banyak atau umum sehingga menjadikan maknanya kemudahan yang banyak atau kemudahan yang tidak terbatas.
Pada bagian ketiga, yakni bagian ayat 7 dan 8 para mufasir memiliki berbagai pendapat. Fakhruddin Ar-Razi mengungkapkan yang dimaksud pada kedua ayat tersebut adalah perihal ibadah, dengan pengertian jika kita telah melaksanakan ibadah semisal salat, maka dipersilahkan untuk melakukan hal lain, contohnya berdoa.
Penafsiran tersebut sedikit berbeda dengan Ibnu Katsir yang memaknai ayat tersebut dengan pengertian jika seorang hamba telah selesai mengerjakan segala gemerlap duniawi maka lalu beribadahlah dengan niat ikhlas dan lapang.
Tafsir Prof Quraish menyebut kedua ayat tersebut justru memberi anjuran kepada umat muslim untuk menyeimbangkan antara usaha yang sungguh-sungguh dan berdoa kepada Sang Pencipta. Ayat 7 dimaknai Quraish Shihab sebagai anjuran kepada umat muslim untuk selalu memiliki kesibukan dan tidak menyia-nyiakan waktunya. Bila telah menyelesaikan suatu pekerjaan, maka harus melaksanakan pekerjaan lainnya yang belum selesai.
Sedangkan ayat 8 dimaknai sebagai doa kepada Allah sebagai pelengkap dan satu kesatuan dari usaha yang dilakukan pada ayat sebelumnya. Kedua ayat terakhir ini menjadi pertanda bahwa usaha harus didahulukan terlebih dahulu, setelah itu barulah mencurahkan harapan kepada Allah.
Usaha dan doa harus selalu menjadi pegangan oleh manusia, karena betapapun kuatnya potensi yang dimiliki manusia akan selalu memiliki batas. Hanya harapan kepada Tuhan-lah yang dapat menjadikan manusia bertahan menghadapai dilema kehidupan yang kadang begitu pahit dirasakan.
Kontributor : Titi Sabanada