SuaraJatim.id - Kementrian Agama (Kemenag) Jombang langsung bergerak cepat pasca-dicabutnya izin operasional Majma'al Bharain Shiddiqiyyah, Ploso.
Pencabutan ini buntut dari kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan pengasuh pondok pesantren Moch Subchi Al Tsani (MSAT) terhadap 5 orang santri.
MSAT ini merupakan anak dari pendiri pesantren, Kiai Muchtar Muthi--yang juga mursyid atau pimpinan tarekat Shiddiqiyah.
Imabuan agar wali santri memindahkan anaknya dari pondok Shiddiqiyah ini disampaikan Kepala Kemenag Jombang Taufiqurrahman. Ia mengatakan langsung melakukan langkah-langkah guna menyelamatkan para santri.
Baca Juga:Kekerasan Seksual di Pesantren Harus Cepat Ditangani
Langkah-langkah itu yakni dengan melakukan pendekatan kepada wali santri agar memindahkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan lainnya.
"Kami sudah mulai melakukan pendekatan persuasif memberikan pemahaman kepada wali santrinya. Sekarang sedang proses," kata Taufiq, Jumat (8/7/2022).
Berdasarkan data Kemenag Jombang, ada sebanyak 1.041 orang santri yang menimba ilmu di lembaga pesantren tersebut. Para santri ini mengikuti program pendidikan penyetaraan, yakni penyetaraan paket B serta paket C, atau setara dengan jenjang pendidikan SMP dan SMA.
"Total jumlah santri itu1.041 anak, itu yang terdata dan dilaporkan ke kami," ungkap Taufiq menambahkan.
Selama ini, kata Taufiq pihak Kemenag Jombang juga intens melakukan pemantaun di pesantren tersebut. Menurutnya, pihak Kemenag Jombang tidak pernah menemukan adanya penyimpangan perihal materi yang diajarkan di lembaga pesantren tersebut.
Baca Juga:Seperti Bechi Tersangka Pencabulan Santriwati, 2 Artis Ini Juga Pernah Meringkuk di Rutan Medaeng
"Dari survei yang dilakukan beberapa hari kemarin, dari sistem pembelajaran tidak ada masalah, tetapi ada kekhawatiran-kekhawatiran. Maka Kemenag mengajak dan melakukan pendekatan terhadap wali santri untuk menarik putra putri mereka ke pondok yang lebih baik, lebih aman," ucapnya.
Disampaikan Taufiq, pembekuan izin pesantren yang dinaungi MSAT ini tentunya memberikan dampak. Dengan dicabutnya izin operasional, maka seluruh kegiatan pendidikan di lembaga pesantren tersebut tidak diakui oleh Kemenag, yang menjadi payung bagi pondok pesantren.
"Aktivitas untuk pelayanan pesantren tidak diakui keberadaannya, termasuk pelayanan pendidikan yang program kesetaraan, paket itu juga tidak diakui," jelas Taufiq.
Ditanya hingga kapan izin operasional pesantren Majma'al Bharain Shiddiqiyyah, Ploso ini akan dibekukan, Taufiq mengaku belum mengetahui secara pasti. Saat ini pihak Kemenag masih mengkaji kebijakan tersebut akan diberlakukan hingga kapan.
"Dibekukannya, ya sampai dengan semuanya tidak timbul masalah, bisa lama karena tanpa batas waktu yang tidak ditentukan. Sekarang ini masih ditelaah oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren," kata Taufiq.
Untuk itu, Taufiq mengimbau kepada wali santri untuk memindahkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan atau pesantren lain. Pihak Kemenag Jombang juga bakal memfasilitasi jika ada wali santri yang akan memindahkan anaknya ke pesantren lain di Jombang.
"Apabila nanti ada keinginan dari wali peserta didik untuk diarahkan ke pesantren lain ya kita fasilitasi, tetapi kalau memiliki pilihan lain yang lebih baik juga kita tidak masalah," ujarnya.
Kontributor : Zen Arivin