SuaraJatim.id - Makanan tradisional Indonesia dianggap kurang praktis dan ribet. Lantaran itu, masyarakat modern sekarang lebih memilih makanan-makanan cepat saji.
Padahal, makanan tradisional ini menurut ahli teknologi pangan Hindah Muaris, salah satu cara untuk meningkatkan gizi dan menurunkan stunting masyarakat adalah melalui makanan tradisional.
Namun mirisnya, perbagai olahan makanan tradisional ini sudah mulai banyak yang ditinggalkan masyarakat Indonesia sebab dianggap kurang praktis dan cenderung ribet.
Hal itu disampaikan Hindan Haris, lulusan Teknologi Pangan Gizi dari Institut Pertanian Bogor itu dalam "Deklarasi Konsensus Nutrisi dan Hidrasi Berbasis Makanan Tradisional" di Jakarta, Senin (17/10/2022).
Baca Juga:Wow! Tempe Disebut "Makanan Super" Ini Alasannya
"Strategi gastronomi dengan menu gizi seimbang dari bahan pangan lokal yang diolah menjadi berbagai hidangan yang enak dan menyehatkan dapat memperbaiki gizi anak dan menurunkan stunting," katanya dikutip dari ANTARA.
Hindah mengatakan makanan tradisional saat ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat karena dianggap tidak praktis dalam hal penyajian. Padahal dalam semangkuk kuliner, tercukupi berbagai macam kebutuhan gizi.
Lebih lanjut, dosen IPB itu mengatakan contoh makanan tradisional yang bisa dibuat dengan sangat bergizi adalah sayur lodeh dan sop. Makanan tersebut dapat mencakup lima warna sayur, seperti ungu dari terong, hijau dari buncis atau labu siam, kuning dari wortel, merah dari tomat dan lainnya.
Bahan baku untuk pembuatan sayur lodeh dan sop pun mudah didapat dengan harga yang relatif terjangkau.
"Anak-anak sekarang sudah malas mending beli online, padahal contoh yang paling sepele dari makanan tradisional itu sayur lodeh. Itu bisa dibuat sangat bergizi dengan lima warna, warna pada sayur ini mempengaruhi zat aktif pada pangan tersebut," kata Hindah.
Baca Juga:Makanan Tradisional Bisa untuk Meningkatkan Gizi dan Menurunkan Stunting, Ini Penjelasan Ahli
Indonesia sampai saat ini masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia yakni stunting.
Meskipun angka prevalensi stunting di Indonesia telah menurun menjadi 24,4 persen pada tahun 2021 daru 26,92 persen di 2022, fakta tersebut masih dinilai cukup tinggi jika dibandingkan dengan standar WHO yaitu tidak lebih dari 20 persen.
Menurut Hindah, kampanye masalah pangan ini harus kembali digenjot khususnya kepada anak muda untuk memulai kebiasaan mengkonsumsi makanan tradisional.
Kebiasaan mengkonsumsi makanan tradisional yang kaya gizi diharapkan dapat menurun pada keluarganya kelak sehingga kasus stunting pun diharapkan dapat mencapai angka 14 persen pada tahun 2024.
"Saya lebih keras ke kaum muda karena kaum muda memiliki kesadaran yang lebih pada konsumsi pangan yang beragam terutama pemanfaatan bahan lokal yang tidak kalah gizinya seperti tempe. Itu kaya protein yang bisa mencegah stunting dini," ujar Hindah. ANTARA