SuaraJatim.id - Puluhan warga Surabaya yang dikawal oleh ratusan buruh menyerbu Balai Kota Surabaya. Mereka menuntut penghapusan Surat Ijo dan juga surat Hak Guna Bangunan (HGB).
Kedatangan mereka sebenarnya ingin menemui Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. Namun hingga siang hari, massa tak ditemui oleh orang nomor wahid di Kota Pahlawan tersebut.
"Hari ini sangat jelas, kita menolak HGB diatas HPL, karena HPL itu bermasalah cacat hukum, cacat administrasi, HPL itu sesungguhnya tanah negara, karena tanah Negara maka Pemkot tidak boleh menyewakan apalagi menjual-belikan itu juga melanggar peraturan perundangan, terutama perundangan agraria," ujar Mulyadi Malik, ketua RT 01/RW 06 Kelurahan Peneleh Surabaya, Selasa (15/8/2023).
Sebagai perwakilan warga yang menempati rumah surat ijo, Mulyadi meminta warga bisa mengubah atau menaikan status tanah mereka menjadi SHM.
Baca Juga:Penggusuran Warga Dukuh Pakis Surabaya Viral, Wali Kota Eri Cahyadi Turun Tangan
"Karena itu tanah negara maka kami boleh mengurusnya menjadi SHM langsung ke BPN dengan peraturan negara bukan pemkot, karena itu semua perda yang mengatur itu, IPT kami anggap tidak sah dan tidak legal, kedua, belakangangan Kemendagri sudah mengeluarkan surat kepada wali kota kepada gubernur meminta verifikasi tanah-tanah surat ijo," jelasnya.
Ia juga menambahkan, agar ada pemilahan terhadap warga asli pemilik surat ijo, sehingga bisa mempercepat proses penaikan status tanah mereka.
"Verifikasi itu maksudnya dipilah mana yang benar-benar asli aset pemkot, mana yang bukan, kalau bukan lepaskan kembalikan ke negara menjadi tanah negara, otomatis kami bisa mengurus menjadi SHM sesuai peraturan negara, bukan beraturan pemkot atau perda," bebernya.
Pihaknya berharap, dengan verifikasi tersebut tanah yang berstatus surat ijo bisa segera diserahkan kepada warga, bukan mempersulit.
"Kemudian berikutnya dengan verifikasi itu kami juga ingin tahu kalau pemkot mengatakan itu aset kami, syarat itu jadi aset adalah harus dibeli dari APBD, bisa juga tidak dari APBD tapi itu hibah, atau tukar guling atau hadiah dari orang tentu misalnya, pun itu harus dibuktikan dengan akte kalau jual beli, kalau hibah ada akta hibah, atau tukar guling ada kesepakatan dalam tukar guling kalau itu tidak ada bukti berarti pemkot merampas tanah rakyat sendiri, secara historis kenapa kami melakukan itu karena memang surat ijo sejak zaman Belanda," ucapnya
Baca Juga:Tolak Tawaran Posisi Baru, Aji Santoso Resmi Berpisah dengan Persebaya
Mulyadi menjelaskan, pada zaman Belanda tanah itu disebut egendom, yakni tanah swasta yang berpajak. Namun, tanah tersebut tetap milik swasta bukan negara.
"kita merdeka statusnya tanah negara karena ada nasionalisasi bukan tanah pemkot. Adapun pemkot ingin mengelola negara akan mengeluarkan surat hak pengelola dengan syarat tidak boleh disewakan ataupun dijual belikan jadi pemkot harus kembalikan hak pengelolaan tadi kepada negara biar negara yang urus," kata dia.
"Bukan berarti kami ingin gratis tidak juga kami ikuti aturan main dari pemerintah pusat, ada UU pokok agaria, uu bagaimana mendapatkan tanah yang ditempati selama 20 tahun ini sehingga menjadi SHM. Aturan main itu akan kami ikuti tapi bukan dengan pemkot urusannya," imbuhnya.
Tak kunjung ditemui oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, massa akhirnya membubarkan diri. Mereka berencana tetap datang dengan massa lebih banyak, yang rencananya akan digelar maraton pada Bulan Oktober, 10 November, hingga nanti pada saat 1 Mei.
Kontributor : Dimas Angga Perkasa