SuaraJatim.id - Indonesia Civil Right Watch (ICRW) menyoroti vonis bebas Ronald Tannur oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Direktur Advokasi ICRW, Arif Budi Santoso menilai vonis tersebut telah melukai dan memancing amarah publik.
“Kasus ini sudah berkali-kali viral dan fakta-fakta bahwa terdakwa telah menganiaya dengan memukuli dan bahkan melindas korban dengan mobilnya, sudah tersebar luas ke publik melalui sosial media. Mengapa hakim masih tetap berani menjatuhkan vonis bebas?. Ada apa?," ujarnya dalam rilis yang diterima Suara Jatim, Minggu (28/7/2024).
Terdakwa Gregorius Ronald Tannur sebelumnya didakwa telah melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korbannya, Dini Sera Afrianti.
Baca Juga:Hakim Demanik Dipanggil PT Jatim, Terkait Vonis Bebas Ronald Tannur?
Arif Budi menilai harusnya majelis hakim tidak ragu untuk menjatuhkan vonis tak bersalah kepada terdakwa. Mengingat alat bukti yang mengarah kepada terdakwa sudah sah.
Ada beberapa alat bukti yang menurutnya sudah mengarah ke perbuatan kejam pelaku, di antaranya, hasil visum et repertum yang membuktikan adanya kekerasan pada korban. Berupa pendarahan pada dada, yang diduga akibat lindasan mobil, dan bukti rekaman CCTV.
Selain itu, keterangan saksi juga mengungkapkan adanya pertengkaran antara terdakwa dan korban.
“Kalau bukti-bukti yang sudah kuat begini, majelis hakim masih berani meloloskan, ini benar-benar penegakan hukum di negeri ini sudah sakit parah. Coba bayangkan kalau tidak ada rekaman CCTV dan saksi-saksi yang berani mengungkap, dan kasus ini tidak viral. Sudah viral videonya saja vonisnya masih begini,” ungkapnya.
Arif Budi mengkritik mengenai keterangan sanksi. Harusnya, kata dia, majelis hakim mengacu pada teori Saksi Berantai atau Kettingbewijs yang diadopsi dalam hukum positif di Pasal 185 ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Baca Juga:Ronald Tannur Divonis Bebas, Nikita Mirzani Ikut Nimbrung di Akun PN Surabaya
Dalam pasal itu disebutkan Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu sama lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
“Kalau setiap tindak pidana harus ada saksi yang melihat langsung, maka akan banyak pelaku kejahatan yang lolos dari hukuman. Itu sebabnya, KUHAP kita pun telah mengantisipasi dengan pengakuan terhadap pembuktian Saksi Berantai," kata dia.
Pihaknya juga menyoroti mengenai perilaku terdakwa yang semestinya bisa memberatkan. Ranald Tannur pernah berpura-pura tidak mengenal korban.
“Ada juga yang menerangkan korban juga tidak langsung dibawa ke rumah sakit, tetapi malah ke apartemen korban, dimana di situlah korban di perkirakan meninggal dunia,” katanya.
Pihaknya mendekat instansi terkait untuk memeriksa tiga hakim yang menyidangkan kasus terdakwa Ronald Tannur.