SuaraJatim.id - Komisi B DPRD Jatim menyoroti penyerapan susu sapi dari peternak yang baru sekitar 20 persen oleh Industri Pengolahan Susu (IPS).
Juru bicara Komisi B, Aulia Hany Mustikasari dalam laporan komisi terhadap Raperda tentang APBD Jawa Timur 2025 berharap penyerapan susu sapi oleh peternak bisa ditambah.
"Penyerapan susu lokal baru 20 persen. Makanya kemarin mereka ada isu susu dibuang karena harga dan sebagainya," ujarnya pada Kamis (14/11/2024).
Aksi buang susu yang dilakukan peternah di beberapa daerah sebagai bentuk protes karena produksi tidak terserap perusahaan.
Baca Juga:Anggota Komisi A DPRD Jatim Ini Berharap Penanaman Budaya Dilakukan Sedini Mungkin
Pihaknya akan duduk bersama berbicara dengan organsiasi perangkat daerah (OPD) di Pemprov Jatim agar industri bisa melakukan penyerapan susu sapi lebih besar. "Jadi bagaimana kita anggota DPRD provini komisi B berjalan berdampingan melakukan penyerapan susu dengan baik," katanya.
Dia mengusulkan agar Pemprov Jatim bisa memaksimalkan anggaran untuk memberikan penguatan para peternak supaya produksi sapinya bisa terserap.
"Juga membantu aksesi permodalan peternak untuk memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR)," katanya.
Penguatan hasil produksi sapi tersebut dinilai penting untuk bisa menekan impor. "Kami sarankan bagaimana penyerapan terhadap peternak susu bisa diakomodir sehingga impor tidak terlalu besar," katanya.
Politikus Partai Golkar itu juga menyarankan memasukkan susu segar sebagai bahan pokok penting.
Baca Juga:Nestapa Peternak Sapi Perah di Pasuruan: Buang Susu Sebagai Bentuk Pembatasan Kuota
Publik beberapa hari terakhir dihebohkan dengan aksi buang-buang susu sapi segar yang diduga terjadi di Pasuruan.
Salah satu pelaku koperasi Abednego Wahyu Adi Permana yang juga Manajer Pengepul Susu NSP membenarkan kejadian pembuangan susu segar tersebut.
Menurutnya itu terjadi di Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan. Dia menyebut, para peternak membuang susu tersebut salah satunya karena adanya pembatasan kuota oleh pabrik.
“Kami dibatasi kirim susunya hanya 40 ton sehari, sementara kami yang punya empat suplayer susu. Sehingga kami mengalami kerugian ratusan juta (rupiah) akibat ini,” kata Wahyu pada Senin (11/11/2024).
Wahyu mengalami kerugian akibat ada pembatasan kuota dari perusahaan susu. Biaya operasional jadi tidak tertutup.
Dia harus membayarkan gaji pegawai, belum lagi ditambah dengan ongkos untuk pakan ternak. Wahyu mengakui, dengan kuota yang diserap perusahaan susu saat ini tidak menutup ongkos produksi.
Pihaknya berharap pemerintah daerah agar memberikan kemudahan bagi para peternak sapi perah dalam menjual susunya.
“Kami harap pemerintah mendengar keluhan kami dan bisa menolong para peternak susu perah. Karena selama ini kita juga selalu menjaga kualitas susu menjadi yang terbaik,” katanya.