SuaraJatim.id - Polisi membongkar jaringan kasus narkotika hingga obat terlarang di Surabaya. Puluhan tersangka diamankan beserta ribuan gram barang haram.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Luthfie Sulistiawan menyebutkan ada 236 kasus narkotika yang telah diungkap. Dari jumlah tersebut yang diungkap pihaknya 212 kasus dan sisanya di polsek jajaran.
"Dari ratusan kasus yang telah kami bongkar, ada 323 tersangka yang kami amankan. Sepertiganya atau sekitar 113 tersangka di antaranya adalah residivis," kata Luthfie saat konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Jumat (7/2/2025).
Luthfie menjelaskan para tersangka yang diamankan tak hanya menggunakan hingga mengedarkan narkotika. Namun, ada obat keras terlarang pula.
Baca Juga:Oknum Polisi di Kediri Dipecat Gegara Ulah Istrinya
Sejumlah narkotika yang disita sebagai barang bukti beragam. Mulai dari 2,247 gram sabu, 990,39 gram ganja, 10.850 butir ekstasi, 18.580 butir pil koplo, hingga 0.28 gram tembakau sintetis dan 1 butir alprazolam.
"Selama pelaksanaan Program Asta Cita sejak 21 Oktober 2024 sampai 6 Februari 2025, kami telah menyelamatkan sekitar 61 ribu Jiwa dengan nilai ekonomis barang bukti mencapai Rp 10,9 miliar," imbuh mantan Dirreskrimsus Polda Jatim itu.
Hal senada disampaikan Kasatresnarkoba Polrestabes Surabaya AKBP Miftah Suriah. Ia menuturkan pada 27 Desember 2024 sekira Pukul 16.30 WIB di Jalan Raya Jemursari Utara Kecamatan Tenggilis Mejoyo Surabaya, pihaknya mengamankan seorang pria berinisial IS.
Miftah menegaskan pria berusia 35 tahun itu dibekuk ketika hendak mengirim sabu dengan sistem ranjau. Usai dibekuk, polisi mendapati IS memiliki sejumlah sabu di rumahnya.
"Kami temukan 6 bungkus plastik klip yang berisi Narkotika jenis Sabu dengan keseluruhan berat 1.498 gram atau hampir 1,5 kg," ujarnya.
Baca Juga:Panti Asuhan Surabaya Simpan Aib Kelam: Selain Pencabulan Ternyata Pernah Jadi Tempat Aborsi
Polisi dengan 2 melati di pundaknya itu mengungkapkan sempat kesulitan saat hendak membongkar kasus itu. Sebab, IS kerap berganti nomor dan ponsel usai melancarkan aksinya.
"Karena nomor ponsel berganti-ganti, dari hasil lidik sudah melakukan sebanyak 9x, dilakukan (mengedarkan sabu) sejak Januari 2024, jaringan Sumatra-Jawa, ini sedang kita kembangkan untuk mengungkap jaringan lainnya," jelasnya.
Setiap merampungkan tugasnya, IS mengaku kepada petugas kerap memperoleh upah hingga Rp 5 juta. Meski begitu, Miftah menyatakan tengah mengembangkan kasus tersebut.
"Untuk jaringan terbaru ini memang meranjau (menggunakan sistem ranjau untuk mengedarkan sabu), saat ini kita lakukan upaya dan sedang kembangkan bandar yang perintahkan kurir ini, mohon doanya," tuturnya.
Selain itu, polisi juga mengungkap peredaran belasan ribu pil ekstasi hingga pil koplo di kota pahlawan. Tepatnya sesaat sebelum perayaan pergantian tahun baru, Selasa (31/12/2024) sekitar pukul 17.30 WIB pada sebuah kamar kos Jalan Kapas Baru III Surabaya.
Dalam pengungkapan itu, polisi mengamankan seorang pria berinisial BI. Pengangguran berusia 46 tahun asal Gading Karya Tambaksari Surabaya itu rela menyewa kamar kos untuk menyimpan dan menjual obat keras terlarang itu.
"Di kamar kos tersangka, kami temukan 13 bungkus berisikan 10.323 butir ekstasi dengan berat total 3.444 gram atau hampir 3.5 kg beserta timbangan dan plastik klip," katanya.
Demi mengelabui petugas, BI berupaya menutupi obat keras dagangannya dengan kota kayu. Lalu, dimasukkan dalam karung bekas beras.
"Kami temukan di dalam kotak kayu warna coklat dan dibungkus dengan kantong bekas beras," ungkapnya.
Kepada petugas, BI mengaku sudah 2 kali mengedarkan narkoba sejak tahun 2023. Bahkan, ia nekat melakukan hal tersebut lantaran tergiur upah yang dijanjikan oleh bandar sebesar Rp 3 juta.
"Saat di tes urine, BI rupanya positif mengkonsumsi narkoba. Dari hasil penyelidikan terhadap TSK diduga barang berasal dari jaringan Pulau Jawa," paparnya.
Akibat ulahnya itu, para kurir hingga bandar narkotika yang dibekuk dijerat Pasal 114 Ayat (2) dan Pasal 112 Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Mereka terancam penjara paling singkat 6 tahun dan maksimal seumur hidup atau hukuman mati.
Kontributor : Dimas Angga Perkasa