Kehabisan Bahan Baku dan Gas, SPPG Aceh Beralih ke Pangan Lokal dan Briket Batu Bara!

Bencana banjir yang melanda Sumatera memaksa SPPG Aceh mengambil langkah cepat agar layanan tetap berjalan.

Riki Chandra
Selasa, 02 Desember 2025 | 15:15 WIB
Kehabisan Bahan Baku dan Gas, SPPG Aceh Beralih ke Pangan Lokal dan Briket Batu Bara!
Deputi Tauwas BGN, Letjen TNI (Purn), Dadang Hendrayuda saat di Aceh. [Dok. BGN]
Baca 10 detik
  •  Banjir sebabkan SPPG Aceh kekurangan bahan baku, gas, air, listrik.

  • SPPG Aceh beralih ke pangan lokal dan briket batu bara.

  • Program MBG dialihkan untuk korban banjir di Bireun.

SuaraJatim.id - Bencana banjir yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar), memaksa SPPG Aceh mengambil langkah cepat agar layanan tetap berjalan.

Kelangkaan bahan baku pangan, gas, air bersih, hingga listrik membuat pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) berkreasi dengan memanfaatkan potensi lokal.

“Kami sedang berupaya untuk mengganti menu dengan menu lokal karena bahan pangan untuk SPPG-SPPG ini mengalami kelangkaan,” kata Kepala Regional SPPG Badan Gizi Nasional (BGN) Aceh, Mustafa Kamal, Rabu (3/12/2025).

Menurut Mustafa Kamal, SPPG Aceh telah berkoordinasi untuk mengusulkan penggantian menu yang selama ini diolah dengan sumber pangan lokal.

Umbi-umbian, kacang-kacangan, tahu, tempe, serta ikan hasil budidaya kolam warga menjadi alternatif utama. Langkah ini diambil karena pasokan lokal dinilai masih tersedia di sejumlah wilayah.

“Bahan makanan lokal ini tersedia di wilayah Aceh Barat, Bireun, dan Pidie,” ujarnya.

Tak hanya persoalan pangan, SPPG Aceh juga menghadapi hambatan pasokan energi. Kepala Regional SPPG BGN Aceh telah bertemu Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh untuk membahas suplai gas yang diperkirakan baru normal dalam satu hingga dua bulan ke depan. Sebagai solusi sementara, pengelola merencanakan penggantian bahan bakar gas dengan briket batu bara.

“Kemarin kami sudah bertemu ESDM Aceh yang menawarkan briket batu bara,” kata Kamal.

Masalah lain yang tak kalah krusial adalah kelangkaan air bersih dan ketidakstabilan listrik pascabanjir. Pihak SPPG telah menghubungi PDAM, namun perbaikan instalasi air minum belum dapat dipastikan waktunya. Hingga kini, aliran listrik juga masih terganggu karena banyak jaringan terendam banjir.

Dampak banjir menyebabkan 19 SPPG di Kabupaten Bireun terpaksa berhenti beroperasi. “Penyebab utama karena di wilayah Kabupaten Bireun telah terjadi kelangkaan bahan baku, gas, air bersih dan listrik,” demikian hasil temuan lapangan Tim Deputi Pemantauan dan Pengawasan (Tauwas) Badan Gizi Nasional yang turun langsung ke lokasi di bawah pimpinan Deputi Tauwas Letjen TNI (Purn.) Dadang Hendrayuda, Selasa (2/12/2025).

Secara umum, di Kabupaten Bireun terdapat 26 SPPG yang telah beroperasi. Namun akibat bencana banjir, dua SPPG terdampak langsung dan tidak dapat beroperasi sejak awal. Kecamatan Jangka dan Kecamatan Peusangan menjadi wilayah yang paling terdampak.

Selama masa pemulihan pascabencana, 21 SPPG mengalihkan penerima manfaat program MBG. Jika sebelumnya MBG diberikan kepada siswa sekolah, karena sekolah diliburkan, bantuan dialihkan kepada masyarakat, khususnya korban banjir di Kabupaten Bireun.

Data penyaluran menunjukkan, pada 26 November 2025 sebanyak 62.826 paket bantuan disalurkan oleh 21 SPPG. Pada 27 November 2025, jumlah bantuan mencapai 30.261 paket, disusul 37.180 paket pada 28 November 2025.

“Sementara pada 29 November 2025 dikirimkan 38.668 paket bantuan,” kata Mustafa Kamal dalam laporannya.

Selama bencana berlangsung pada 26–30 November 2025, SPPG juga berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Bireun dengan meminjamkan lima kendaraan operasional. Tiga mobil distribusi tambahan dikerahkan pada 2 Desember 2025 untuk menyalurkan bantuan kepada korban terdampak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini