-
Rumah nenek 80 tahun di Surabaya dirobohkan ormas.
-
Pengusiran dilakukan tanpa putusan pengadilan dan disertai kekerasan fisik.
-
Korban melapor ke Polda Jawa Timur minta keadilan.
SuaraJatim.id - Kasus sejumlah anggota organisasi masyarakat (ormas) merobohkan rumah nenek di Surabaya, Jawa Timur (Jatim), jadi perbincangan publik.
Nenek Eliana yang berusia 80 tahun itu diusir paksa dari rumah yang telah ditempatinya sejak 2011 di Jalan Dukuh Kuwukan 27, Lontar, Sambikerep, Surabaya. Dia diusir ormas berbasasis suku.
Kasus perobohan rumah sang nenek terjadi 6 Agustus 2025. Saat itu, rumahnya didatangi sekitar 50 orang.
Menurut kuasa hukum korban, tindakan ormas tersebut dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan, namun tetap memaksa penghuni rumah keluar dan mengosongkan bangunan.
Kuasa Hukum Elina, Willem Mintarja, menjelaskan bahwa dalam insiden itu, kliennya diseret ke luar rumah bersama anak, menantu, cucu, dan dua balita. Elina bahkan mengalami kekerasan fisik hingga hidung dan bibirnya terluka saat berusaha mempertahankan rumahnya.
“Saat itu ada sekitar 50 orang yang mendatangi rumah Elina dan beberapa masuk rumah,” kata Kuasa Hukum Elina, Willem Mintarja, dikutip dari BeritaJatim, Kamis (25/12/2025).
Dalam kondisi tertekan, keluarga Elina memilih keluar demi keselamatan anak-anak. Namun, Elina tetap bertahan hingga akhirnya ditarik dan digendong paksa oleh empat pria dewasa. Setelah rumah dikosongkan, ormas memasang plang di pintu agar penghuni tidak bisa masuk kembali.
“Setelah penghuni rumah di luar, atas perintah dua pria berinisial SM dan YS, sejumlah orang memasang plang pada pintu sehingga penghuni tidak bisa masuk,” jelas Willem.
Sembilan hari berselang, kelompok yang diduga terkait kembali datang dan memindahkan perabotan tanpa izin keluarga.
Barang-barang diangkut menggunakan dua mobil pikap ke lokasi yang tidak diketahui, sementara mobil milik anggota keluarga juga dipindahkan paksa ke jalan.
“Barang milik korban diangkut menggunakan dua mobil pikap dan membawanya ke tempat yang tidak diketahui. Dipindahkan dimana tanpa konfirmasi ke penghuni. Sedangkan mobil milik Iwan Effendy (anggota keluarga) juga dikeluarkan paksa ke jalan,” ungkapnya.
Beberapa hari kemudian, rumah itu dirobohkan menggunakan alat berat. Willem menegaskan tindakan tersebut merupakan eksekusi sepihak tanpa dasar hukum.
“Pelaku selain melakukan pengusiran melakukan eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan. Rumah tersebut sekarang menjadi rata. Kita di awal ini melaporkan tentang mengenai 170 KUHP pengeroyokan disertai dengan pengrusakan barang secara bersama-sama di tempat umum. Mungkin berikutnya kita melaporkan barang yang hilang,” bebernya.
Elina juga menyebut sejumlah dokumen penting sebagai bukti kepemilikan rumah turut hilang akibat kejadian tersebut.
“Harapan supaya bisa kembali dokumen dan barang. (Terkait hancurnya rumah) ya minta ganti rugi. Itu dulu kita beli,” tegasnya.