Scroll untuk membaca artikel
Agung Sandy Lesmana
Selasa, 27 Agustus 2019 | 18:44 WIB
Tri Susanti. (Beritajatim.com/Nyuciek Asih)

"Mbak Susi itu ngundang teman-temannya, Muspika, Kelurahan, Kecamatan, untuk mediasi minta dipasang bendera di Asrama Papua," kata dia.

Selanjutnya, pada tanggal 15 Agustus, bendera yang pemasangannya diinisiasi oleh Susi dan pihak ormas, ternyata sudah terpasang di depan asrama yang dipasang oleh Muspika setempat.

Setelah terpasang, bendera yang berada di depan asrama bergeser ke rumah sebelah. Pihak Susi yang mengetahui hal itu meminta Muspika untuk mengembalikan posisi bendera seperti semula.

"Setelah dipasang, ternyata bendera itu bergeser ke pagar (rumah sebelah), akhirnya lapor lagi untuk dipasang lagi," lanjut Sahid.

Baca Juga: Tri Susanti Masuk Daftar yang Dipanggil Sebagai Saksi Pengepungan Asrama

Keesokan harinya, tangal 16 Agustus siang, Susi melihat bendera tersebut berada di dalam selokan depan asrama dalam kondisi tiang sudah rusak.

Susi berinisiatif mengabadikan foto dan video yang kemudian disebar dengan kata-kata bahwa bendera tersebut telah dipatah dan disobek. Dari kronologi yang disampaikan Susi, ternyata ada perbedaan persepsi dengan penyidik. Dari situlah membuat pemeriksaan berjalan cukup alot lantaran.

"Tiang bendera yang patah katanya (penyidik) enggak patah, terus masalah, bendera yang sobek cuma enggak ada sobekan, cuma masuk ke selokan ya, jadi itu kan memang dua sisi (berbeda) maksud dan tujuannya sama," ujar dia.

Hingga akhirnya, foto dan video tersebut membuat aparat, ormas dan masyarakat pun mulai berdatangan ke asrama. Kedatangan mereka, lanjut Sahid, bukan lagi menjadi kendali kliennya. Susi sendiri hanya sebentar saja berada di lokasi.

Selain itu, undangan yang dipakai susi juga tak sekalipun menggunakan kalimat ajakan yang provokatif, apalagi menyebarkan ujaran kebencian.

Baca Juga: FKPPI Pecat Tri Susanti Korlap Aksi di Asrama Papua

Ia pun optimis Susi tak bisa dipersangkakan pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang ujaran kebencian.

Load More