
SuaraJatim.id - Naik bus malam dari Kabupaten Banyuwangi ke Kota Surabaya, Jawa Timur, bisa ditempuh selama 6 jam lebih di luar jalur tol. Melintasi 9 kabupaten dan kota, panjang perjalanan sekitar 300 kilometer.
Sepanjang itu, sebagian warga dari 5 desa di Kecamatan Pesanggaran, bersepeda untuk menemui Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Mengayuh sepeda selama 5 hari, didorong keinginan menuntut Khofifah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) emas di kecamatan mereka.
"Kita intinya nggak mau pindah dari situ, nggak mau ruang hidup kita dirampas," kata Nur Hidayat, warga Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran, pada hari pertama aksi mereka di Gubernuran Jawa Timur, Kamis (20/2/2020).
Dalam rilis yang Suara.com dapatkan, mereka memiliki 3 alasan menolak tambang emas Tumpang Pitu. Pertama Bukit Tumpang Pitu yang ditambang jadi penuntun nelayan pulang dari laut, selain Pulau Nusa Barong dan Gunung Agung di Bali.
Baca Juga: Warga Ancam Tutup Tambang Emas Tumpang Pitu Jika Khofifah Tak Cabut Izin
Kedua Bukit Tumpang Pitu maupun Salakan menjadi harapan warga berlindung dari angin tenggara maupun ancaman tsunami. Angin tenggara yang kencang rutin datang, sementara tsunami pernah menerjang Dusun Pancer, Desa Sumberagung itu, tahun 1994.
Di tepi jalan Dusun Pancer, berjajar rambu jalur evakuasi, yang sebagian panahnya menunjuk ke barisan perbukitan di sebelah utara. Lokasi Bukit Salakan, Lompongan dan Gendruwo, yang berjajar itu menjadi tempat evakuasi alami bagi warga bila terjadi tsunami.
Ketiga, Bukit Tumpang Pitu menjadi tempat warga mendapatkan aliran air dan mencari tanaman obat secara turun temurun. Setelah berproduksi di Tumpang Pitu, warga meyakini perusahaan tambang mulai menggarap Salakan dengan proyek geolistrik mereka di sana.
Ketiga alasan itu mendorong 63 orang, sebagian wanita dan anak, berangkat bersepeda ke Surabaya, Sabtu (15/2/2020). Mereka sempat singgah di beberapa tempat yang warganya juga memiliki konflik agraria, misalnya di lokasi semburan Lumpur Lapindo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.
Sesampainya di Surabaya 12 orang rutin berdemo di Gubernuran Jawa Timur, selebihnya pulang atau melanjutkan aksi mengayuh sepeda ke Istana Kepresidenan di Bogor. Menginap di Kantor Walhi Jatim, mereka pulang pergi berdemonstrasi di depan Gubernuran Jawa Timur setiap hari.
Baca Juga: Sikap Khofifah Tidak Jelas, Warga Terdampak Tambang Tumpang Pitu Kecewa
"Yang kita khawatirkan kan itu, Gunung Salakan dijadikan pintu masuk untuk menggarap semua gunung yang mengelilingi 5 desa," kata Dayat.
Terpopuler
- Welcome Back Timnas Indonesia Elkan Baggott, Patrick Kluivert Lempar Kode
- Olok-olok Sepak Bola Indonesia, Erick Thohir 'Usir' Yuran Fernandes
- Ramadhan Sananta Umumkan Mau Pensiun dari Sepak Bola
- Pupus Harapan Pascal Struijk untuk Bela Timnas Indonesia Lawan China
- 10 Sunscreen Favorit Tasya Farasya: Murah Meriah dan Ampuh Lindungi UV
Pilihan
-
Mengenal Ritual Buddha Tantrayana pada Kremasi Murdaya Poo di Bukit Dagi Borobudur
-
Puspo Wardoyo Menangkan Gugatan Perdata di PN Solo, Objek Dinilai Hakim Tak Jelas
-
Tak Hadir di Sidang Mediasi Kasus Dugaan Ijazah Palsu, Jokowi Buka Suara
-
DPR Cecar Dirut Garuda Soal "Gelombang" Eks Karyawan Lion Air Bergaji Tinggi
-
6 Rekomendasi HP Murah RAM Besar Tahun 2025, Harga di Bawah Rp3 Juta
Terkini
-
Lagi Hamil, Pelaku Penipuan Modus Arisan Online Mojokerto Diamankan Polisi
-
Gagas Sistem Digitalisasi, Munas APEKSI VII Siap Ubah Wajah Pemerintahan Kota
-
Imbas Pidato di Balai Kota Blitar, Wamendagri Diwadulkan ke Prabowo
-
Daftar Link DANA Kaget Tengah Pekan Ini, Lumayan untuk Bayar Listrik
-
Dua Pekerja Migran Tewas di Kamboja, DPRD Jatim Beri Solusi Lewat Koperasi