Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Sabtu, 29 Februari 2020 | 12:17 WIB
Warga Tumpang Pitu menggelar Salat Hajat di depan Kantor Gubernur Jatim pada Kamis (20/2/2020). [Suara.com/Dimas Angga P]

Wilayah resapan air juga berkurang drastis karena kawasan gunung yang dulunya hutan lindung telah tereksploitasi dan tak mungkin bisa direklamasi. Warga juga terancam kehilangan tempat perlindungan dari tsunami karena gunung dan perbukitan telah dan akan dieksploitasi untuk tambang.

Atas dasar itulah, warga menolak tambang yang hanya menguntungkan kalangan elit dan pengusaha serta merusak ekosistem alam dalam jangka panjang. Warga memilih mempertahankan ekosistem alam yang manfaatnya dirasakan seumur hidup daripada tambang yang manfaatnya terbatas oleh waktu dan hanya dirasakan segelintir orang.

Lika liku

Naik bus malam dari Kabupaten Banyuwangi ke Kota Surabaya, Jawa Timur, bisa ditempuh selama 6 jam lebih di luar jalur tol. Melintasi 9 kabupaten dan kota, panjang perjalanan sekitar 300 kilometer.

Baca Juga: Kenapa Tambang Emas Tumpang Pitu Harus Ditolak?

Sepanjang itu, sebagian warga dari 5 desa di Kecamatan Pesanggaran, bersepeda untuk menemui Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Mengayuh sepeda selama 5 hari, didorong keinginan menuntut Khofifah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) emas di kecamatan mereka.

"Kita intinya nggak mau pindah dari situ, nggak mau ruang hidup kita dirampas," kata Nur Hidayat, warga Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran, pada hari pertama aksi mereka di Gubernuran Jawa Timur, Kamis (20/2/2020).

Dalam rilis yang Suara.com dapatkan, mereka memiliki 3 alasan menolak tambang emas Tumpang Pitu. Pertama Bukit Tumpang Pitu yang ditambang jadi penuntun nelayan pulang dari laut, selain Pulau Nusa Barong dan Gunung Agung di Bali.

Kedua Bukit Tumpang Pitu maupun Salakan menjadi harapan warga berlindung dari angin tenggara maupun ancaman tsunami. Angin tenggara yang kencang rutin datang, sementara tsunami pernah menerjang Dusun Pancer, Desa Sumberagung itu, tahun 1994.

Di tepi jalan Dusun Pancer, berjajar rambu jalur evakuasi, yang sebagian panahnya menunjuk ke barisan perbukitan di sebelah utara. Lokasi Bukit Salakan, Lompongan dan Gendruwo, yang berjajar itu menjadi tempat evakuasi alami bagi warga bila terjadi tsunami.

Baca Juga: Lika Liku Penolak Tambang Tumpang Pitu Bersepeda Banyuwangi - Surabaya

Ketiga, Bukit Tumpang Pitu menjadi tempat warga mendapatkan aliran air dan mencari tanaman obat secara turun temurun. Setelah berproduksi di Tumpang Pitu, warga meyakini perusahaan tambang mulai menggarap Salakan dengan proyek geolistrik mereka di sana.

Load More