Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Rabu, 10 Februari 2021 | 12:46 WIB
Widya Swara atau yang akrab disapa Ki Sapu Jagad Tirtomoyo, pawang hujan terkenal di Surabaya [Suara.com/Dimas Angga]

SuaraJatim.id - Zaman boleh berubah, tapi bagaimanapun pawang hujan masih dibutuhkan. Di Surabaya, Jawa Timur, jasa sewa pawang hujan biasa dipakai masyarakat untuk mengamankan gawe besar dari hujan.

Namun sayang, penggunaan jasa ini mulai berkurang di masa pandemi seperti sekarang ini. Apalagi ada larangan menggelar hajatan besar, maka jasa sewa pawang hujan juga berkurang.

Seperti dialami Widya Swara, atau yang akrab disapa Ki Sapu Jagad Tirtomoyo. Menurut dia, larangan menggelar acara jelas berdampak pada profesi pawang hujan.

"Akhir-akhir ini jarang ada event karena mereka kena aturan pemerintah toh, biasanya normal, sebulan 2 kali. Selama pandemi jarang (dapat job), baru kemarin dapat di jalan Mayjend Sungkono," jelasnya.

Baca Juga: Tawuran Bocah Surabaya, Kakak-Adik Ini Kerjaannya Cari Musuh di Medsos

Pria ini sudah menggeluti dunia pawang hujan sejak 4 tahun lalu. Dia sudah banyak membantu para Event Organizer (EO) di Surabaya, khususnya penyelenggara acara di hotel-hotel.

Guru SMA di kawasan Manyar Sambongan, itu mengaku sebelum pandemi banyak disewa untuk mengamankan acara-acara outdoor dari hujan.

"Mulai profesional sejak 2017. Sudah dipercaya EO dan hotel-hotel, yang ngajak mayoritas dari EO-nya," terang pria yang juga menjadi Guru Seni Budaya ini, Rabu (10/02/2021).

Ki Sapu Jagad tak mematok mahar besar kepada para pengguna jasanya, hanya Rp 600 ribu. Sedangkan untuk persyaratan lainnya, penyelenggara hanya diminta menyiapkan air mendidih dan kopi pahit.

Menurut Ki Sapu Jagad, kopi pahit sebagai suguhan untuk leluhur, meminta izin agar alam memberikan kemudahan memindah lokasi hujan, maupun memberikan waktu jedah turunnya hujan di area acara.

Baca Juga: Sidang Kilat, Kisah Warga Korban Kriminalisasi di Balik Waduk Sepat

"Kita maharnya Rp 600 ribu aja, dan persyaratannya enggak macem-macem. Kalau penyelenggara hanya butuh kopi panas dan kopi pahit, biasayanya penyelenggara acara hanya mempersiapkan air panas saja di lokasi, untuk menjamu leluhur dengan cara seperti itu," ujar Ki Sapu Jagad.

Selain itu, Ki Sapu Jagad biasanya juga meminta mahar jauh-jauh hari. Ini agar alam memberi kemudahan sehingga hujan benar-benar bisa berhenti atau dipindah.

"Biasanya ngasih mahar dulu, kalau dalam dunia keilmuan bahwa alam itu sudah tahu, karena kita menjaga alam, dan tahu 'iya ada si pawang', jadi alam sudah menata sendiri," ujarnya.

Menurutnya, jika mahar yang dibayarkan pada sepekan sebelumnya, maka alam akan menata dengan sendirinya pada waktu yang sudah ditentukan oleh penyelenggara. Hal tersebut karena respon dari permintaan sang pawang.

Bahkan, dia memberikan jaminan mahar akan dikembalikan seutuhnya jika nanti tak berhasil mengatasi hujan di area yang dijaganya.

Load More