Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Jum'at, 19 Februari 2021 | 09:23 WIB
Nasib Chudori, pelukis jalanan Surabaya di masa pandemi [Suara.com/Dimas Angga]

SuaraJatim.id - Dua dasawarsa lebih Imam Chudori menjadi pelukis jalanan di Kota Surabaya. Lapak sekaligus galeri dadakannya di teras Apotek Simpang, salah satu gedung tua dan cagar budaya Surabaya.

Di situ Ia menggantungkan hidup dari lukisan sejak 2001 silam. Keberadaan Chudori ini sekaligus menjadi salah satu penanda dan pewarna eksistensi gedung tua itu.

Dengan segala keterbatasannya, Chudori masih konsisten melukis di sana. Pelangganya tahu itu. Terbukti mereka datang dan datang lagi. Pesanan datang silih berganti.

Namun sayangnya, di masa pandemi ini pesanan melukis Chudori sepi. Tak bisa dihindari, kondisi ekonomi sedang sempit akibat pagebluk Covid yang belum ada tanda-tanda berhenti ini.

Baca Juga: Shell Gelar Program SPBU Rp500 Juta untuk Surabaya dan Medan

"Sebelum masa pandemi, saya bisa menerima pesanan gambar 2-3 kali per harinya. Tapi saat ini, seminggu dapat 2-3 gambar saja sudah beruntung," kata pria asal Mulyorejo ini.

Semua karya lukisnya memunculkan sosok, mulai dari rakyat biasa, hingga gambar tokoh politik nasional maupun pesohor dunia.

Aktivitas melukis Chudori di Simpang Surabaya masih berlangsung sampai kini [Suara.com/Dimas Angga]

Mulai dari mantan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, Cendekiawan Nurcholish Madjid, sampai sosok pelatih Liverpool Jurgen Klopp, termasuk Ratu Inggris Elizabeth pernah jadi obyek goresan kuasnya.

Bahkan, beberapa tokoh memesan lukisannya, meskipun melalui pegawainya. Seperti mantan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo maupun Soekarwo.

Sayangnya untuk menjalankan jasa lukisnya ini, Imam mengalami cukup banyak kendala, mulai ketersedian bahan melukisnya, hingga gangguan-gangguan kecil aktivitas melukisnya saat banyak demo di Grahadi.

Baca Juga: Viral Video Bapak Aniayak Anak Tiri di Surabaya, Ini Fakta Pelaku

"Kalau ada demo, mau enggak mau ya kita libur, di sini banyak polisi, jadi enggak bisa menggambar," kata bapak dari 3 anak ini.

Dalam melukis, Imam Chudori menggunakan kertas linen yang mempunyai tekstur unik, sehingga bahan pewarna yang dipakainya bisa menempel dengan sempurna.

Selain itu, kertas linen juga mempunyai karakteristik yang berbeda dengan kertas lainnya. Bahkan tingkat kesulitan menggambar di kertas linen menjadi tantangan tersendiri bagi Imam.

Sedangkan sebagai pewarnanya, Imam menggunakan serbuk Konte. Serbuk Konte yang dijual di Surabaya saat ini kualitasnya kurang bagus. Bahkan saat ini, untuk mencari serbuk bahan dasar dari pensil sudah sangat sulit ditemukan di Kota Pahlawan.

"Serbuk konte dari yang lukisan hitam-putih juga warna, sayangnya sudah mulai langka di Surabaya, infonya di daerah Jogja masih ada. Saat ini, bahan yang saya punya sudah menipis," ujarnya.

Untuk penggunaan jasanya, Imam mematok harga Rp. 1,5 juta untuk lukisan berwarna dengan ukuran 50 x 70 sentimeter dan Rp 1 Juta yang hitam putih.

"Sejauh ini banyak yang pesan hitam-putih, karena mengejar keklasikan hasil lukisannya," katanya.

Hingga saat ini, untuk melihat hasil lukisan Imam, bisa dilihat langsung di selasar apotek Simpang Surabaya. Bahkan ada juga yang dipasang di Warkop Transnet Reborn yang lokasinya juga tak jauh dari lapak melukisnya.

Kontributor : Dimas Angga Perkasa

Load More