Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Jum'at, 13 Mei 2022 | 18:05 WIB
Depot Rujak Cingur'e Asmuni di Bypass Trowulan Mojokerto.[SuaraJatim/Zen Arifin].

SuaraJatim.id - Depot Rujak Cingur'e Asmuni ini sempat berjaya hingga penghujung tahun 2010. Namun, seiring meninggalnya sang pelawak legendaris Asmuni, depot yang terletak di Jalan Raya By Pass Trowulan, Kabupaten Mojokerto itu, kini makin meredup.

Anak semata wayang Asmuni, Astria menceritakan ikhwal Depot Rujak Cingur yang dulu bernama Triasmuni ini berdiri di tahun 1984. Kala itu, Asmuni dan istrinya Antina (82) masih tinggal di rumah kontrakan di wilayah Kebun Sayur Jakarta Timur. Sang istri yang gemar memasak, kemudian membuka warung kecil di emperan rumah.

"Dulu kan rumah kecil, terus di atas got itu dikasih kursi-kursi kayu gitu, karena rumah tidak cukup tamu-tamu makan di atas got, gak pakai meja jadi dipegang gitu piringnya," tutur Astria mengenang awal-awal berdirinya warung makan milik ayahnya itu.

Meski mendapatkan pertentangan dari Asmuni, akan tetapi Antina tetap ngotot untuk berjualan. Hingga akhirnya pelanggan di warung mungil milik pelawak kelahiran Jombang, 17 Juni 1932 itu mulai ramai pembeli. Tak hanya warga sekitar, sejumlah artis dan tokoh-tokoh Srimulat sering makan di warung tersebut.

Baca Juga: Menikmati Rujak Cingur di Depot Rujak Cingur'e Asmuni Sang Pelawak Legendaris

Seiring berkembangnya warung miliknya, Asmuni lantas memutuskan untuk pindah. Ia dan keluarga kemudian mengontrak rumah di daerah Jalan Cendrawasih, Slipi Jakarta Barat. Di lokasi ini, bisnis kuliner khas Jawa Timuran yang digeluti Asmuni kian moncer seiring melambungnya nama Asmuni di dunia hiburan.

"Di Jakarta waktu itu ibu dibantu sama Mbok Minto, dia itu waria karena ludruk, tapi kita panggil mbok. Terus Mbah Po yang merawat saya sejak kecil. Mbah Po itu istrinya pelawak Li Ban Po tapi nama aslinya Mbah Atmo. Mbah Po ini yang beli terasi dan petis Surabaya-Jakarta naik kereta," ucap Astria.

Wanita kelahiran Surabaya ini mengaku masih ingat betul masa-masa dimana warung orang tuanya di Jakarta itu ramai dikunjungi pembeli. Bahkan ia harus ikut membantu mengulek sambal untuk menu pecel lele sepulang sekolah ketika masih duduk di bangku SMP.

"Aku ingat banget kalau dulu pulang sekolah itu langsung ngulek sambal untuk lele. Awalnya ya di trial dulu sama yang tukang masak saat itu, sambalnya enak enggak dicek bener sama bapak (Asmuni)," ucapnya.

Kemudian di tahun 1993, Asmuni berkeinginan untuk mengembangkan bisnis kulinernya di Mojokerto. Pelawak legendaris kelahiran Diwek Jombang ini memilih Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan untuk mendirikan Depot Rujak Cingur'e Asmuni. Lokasi ini dipilih karena berada di tengah-tengah tempat kelahirannya dan sang istri.

Baca Juga: Belum Ada Tersangka Kasus Uang Rp3,7 Miliar di Mojokerto, Polisi Masih Melengkapi Alat Bukti

"Ibu berasal dari Kedungmaling, Brangkal, bapak dari Diwek Jombang. Dulu juga muter-muter nyarinya, sampai akhirnya ketemu di sini," ungkap Astria.

Mengikuti warung makan di Jakarta, bisnis kuliner yang ditekuni Asmuni dan keluarganya di Mojokerto ini juga berkembang pesat. Rumah makan itu juga ramai pembeli. Tak hanya warga sekitaran, para pelancong mancanegara juga menjadikan Depot Rujak Cingur'e Asmuni ini sebagai jujukan untuk mengisi perut.

"Kalau pas ramai-ramainya dulu berapa ya, sekitar 50-100 porsian lah sehari, omzet sekitar Rp 2 juta paling sedikit. Dulu penghasilan besar tapi karyawan juga banyak, ada sekitar 20 orang," kata perempuan yang akrab disapa Tria ini.

Akan tetapi seiring berjalannya waktu, bisnis kuliner milik Asmuni kian meredup. Berkurangnya jumlah pembeli di depot milik mendiang pelawak dengan nama lengkap Toto Asmuni ini disebabkan karena berbagai faktor. Salah satunya, setelah sang legenda pelawak ini berpulang pada 21 Juli 2007.

"Faktornya banyak, awal ayah meninggal itu tidak terlalu masalah, namun akhirnya (pembeli) turun juga. Karena mungkin kalau dulu bapak ada mereka minta foto, jujukannya Pak Asmuni," kata Astria.

Selain itu juga adanya median jalan di jalur arteri lintas jawa ini, sehingga membuat pengguna jalan enggan untuk memutar balik. Ditambah lagi merebaknya warung pujasera di sepanjang By Pass Mojokerto, yang menyajikan menu kekinian dengan harga yang relatif lebih murah.

"Di sini itu terkenal warung mahal karena kita memang menjamin rasa, jadi otomatis orang memilih yang lebih murah dan menunya kekinian. Sedangkan menu ditempat kami ya seperti itu, menu masakan Jawa timuran," jelas Astria.

Ditambah lagi dengan adanya pandemi Covid-19 yang menyerang sejak dua tahun silam yang berdampak pada kunjungan wisata di Trowulan, Mojokerto. Praktis pendapatan di Depot Rujak Cingur'e Asmuni ini turun drastis, bahkan terkadang tidak nol pembeli dalam sehari.

"Sebulan sekarang paling tidak ada 30 porsi yang terjual. Ada tukang pentol itu saya kasih tempat di depan, kadang dia ngopi atau makan siang. Makan apapun dia bayar 10 ribu, padahal cuma sayur asem sama tempe gitu dia tetap ngotot bayar 10 ribu. Mungkin karena itu ya jadi saling bantu," kata dia.

Tak hanya di Mojokerto, Depot Rujak Cingur'e Asmuni yang terletak di Slipi juga lebih dahulu tutup. Namun bukan karena minimnya pembeli, menurut Astria warung makan yang ada di Jakarta Barat itu justru lebih bisa bertahan meskipun sang legenda sudah wafat.

"Kalau tutupnya tahun berapa saya lupa. Tapi itu ditutup karena tidak ada yang mengurus. Ayah (Asmuni) sudah meninggal, ibu juga mengatakan capek bolak-balik ke Jakarta. Kalau dulu kada bapak jadi ada yang disegani di sana," jelas Astria.

Meski sudah meredup namun Astria tetap bersyukur. Ia mengaku akan terus bertahan dan membuka warung makan peninggalan ayahnya tersebut. Sampai saat ini, ibu yang dikaruniai tiga orang anak ini tetap setia membuka dan menunggu pelanggan yang datang, meski tak setiap hari ada.

Kontributor : Zen Arivin

Load More