- K’tut Tantri, perempuan bule asal Skotlandia, berjuang bersama rakyat Surabaya mempertahankan RI.
- Ia jadi penyiar perjuangan bersama Bung Tomo, menyuarakan semangat dan pesan kemerdekaan ke dunia.
- Meninggal dengan adat Bali, K’tut Tantri dikenang sebagai simbol cinta dan pengorbanan untuk Indonesia.
SuaraJatim.id - Peristiwa 10 November 1945 dikenang sebagai salah satu titik paling heroik dalam sejarah Indonesia. Hari ketika arek arek Suroboyo memilih untuk berdiri, melawan, dan mempertahankan kemerdekaan dengan nyawa.
Namun, di balik gelegar senjata dan suara lantang Bung Tomo, ada sosok lain yang jarang disebut tetapi memiliki peran besar dalam membangun semangat juang rakyat Surabaya.
Ia adalah K’tut Tantri, perempuan bule yang lebih dikenal rakyat sebagai Surabaya Suh.
Kisah hidupnya penuh kejutan, keberanian, dan pengorbanan. Inilah tujuh fakta penting yang membuatnya layak dikenang sebagai bagian dari sejarah kepahlawanan menjelang 10 November sebagaimana dikutip dari Holopis Channel.
1. Datang sebagai Orang Asing, Mengabdi sebagai Anak Bangsa
K’tut Tantri lahir sebagai Muriel Stuart Walker, perempuan keturunan Skotlandia yang besar di California. Ia mengenal Indonesia melalui film tentang Bali dan langsung jatuh cinta pada budaya serta spiritualitasnya.
Pada 1932, ia memutuskan tinggal di Denpasar sebagai warga biasa yang ingin belajar budaya lokal.
Cintanya pada Indonesia bukan cinta biasa. Ia hidup di tengah masyarakat, ikut kegiatan adat, dan berbaur tanpa jarak. Pilihan untuk tinggal bukan keputusan turistik, tetapi pilihan hati yang kelak mengantarnya ke medan perjuangan.
2. Diangkat Jadi Anak Raja Klungkung dan Mendapat Nama “K’tut”
Baca Juga: Gubernur Jatim: PRJ Surabaya 2025 Jadi Penguat Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Serap Tenaga Kerja
Tantri tidak butuh waktu lama untuk diterima oleh masyarakat Bali. Kehadirannya menarik perhatian istana Klungkung. Raja Klungkung kemudian mengangkatnya sebagai anak keempat dan memberinya nama “K’tut”, sesuai urutan anak dalam adat Bali.
Status ini membuat Tantri merasakan kedekatan emosional dengan Indonesia. Ia bukan lagi pendatang, melainkan bagian dari keluarga besar Nusantara. Rasa inilah yang mendorong keberaniannya ketika bangsa ini memasuki masa perang.
3. Pindah ke Jawa dan Terseret ke Pusaran Perjuangan
Saat Jepang menginvasi Bali, Tantri dan Agung Nura pindah ke Surabaya. Mereka tinggal di Hotel Oranye. Di kota inilah Tantri benar benar melihat penderitaan rakyat sekaligus semangat kemerdekaan yang menggebu.
Ia ikut terlibat dalam pergerakan bawah tanah. Tugasnya bermacam macam, mulai dari mengumpulkan informasi, membantu logistik pejuang, hingga menjadi penghubung berbagai kelompok pro kemerdekaan.
Tantri bergerak tanpa pamrih dan tanpa posisi resmi. Ia melakukan semua itu karena ia percaya Indonesia harus merdeka.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- Siapa Shio yang Paling Hoki di 5 November 2025? Ini Daftar 6 yang Beruntung
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
Terkini
-
Kopdes Merah Putih di Jatim Mendapatkan Apresiasi, Pengamat Ungkap Peran Vital Gubernur Khofifah
-
Silaturahim Masyarakat NTT Asal Jatim, Gubernur Khofifah: Guyub Rukun, Perkuat Sinergi Ekonomi
-
4 Link Spesial Jumat Berkah, Saldo DANA Kaget Melimpah! Raih Hingga Rp270 Ribu
-
Jumat Berkah, Hujan Rezeki DANA KagetRp 225 Ribu Siap Diklaim Sebelum Lenyap
-
7 Fakta Mengejutkan Ktut Tantri, Pejuang Bule yang Jadi Suara Perlawanan Surabaya