SuaraJatim.id - Ribuan pecinta sepeda tua dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul di Kota Blitar untuk menghadiri gelaran Temu Onthel Nasional, Minggu pagi (28/4/2019). Mereka tidak hanya datang dari daerah di sekitar Blitar tapi juga dari daerah lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jabodetabek, dan bahkan dari luar Jawa. Beberapa dari mereka, misalnya, datang dari Lahat, Sumatera Selatan.
Acara tersebut diawali dengan kegiatan ngonthel bareng. Pagi buta sekitar pukul 06.00 Wib, para onthelis (sebutan untuk pesepeda jadul) berangkat dari Taman Kota Kebonrojo berkonvoi keliling Kota Blitar. Sekitar pukul 09.00 Wib mereka telah kembali ke Taman Kota untuk mengikuti rangkaian acara selanjutnya yang memang dipusatkan di Kebonrojo.
"Kami hanya beberapa orang. Dan sudah tiba di Blitar sejak beberapa hari lalu tapi karena tahu ada acara ini kami menginap dulu di Blitar untuk kangenan sama rekan-rekan," ujar Edi, anggota Komunitas Sepeda Tua Indonesia (Kosti) Sumsel, yang mengaku sedang dalam perjalanan keliling Indonesia dengan sepeda jadulnya.
Sebuah panggung hiburan telah berdiri di tengah Taman Kota Kebonrojo. Dentuman keras musik dangdut koplo menggedor-gedor gendang telinga, siap menghibur, mengobati lelah para peserta. Sebuah kontras yang tetap meriah: musik dangdut koplo dan suasana sepeda dan kostum peserta ala tempo dulu.
Baca Juga:Melongok Aktivitas Pencinta Sepeda Onthel di Solo
"Yang belum sarapan, silahkan ambil sarapan pagi di samping panggung," terdengar pembawa acara menyambut para onthelis yang mulai berdatangan usai konvoi.
Segera pengumuman itu disusul dengan lagu Sebotol Minuman. Sebagian peserta terutama yang muda-muda pun mulai memadati area depan panggung, bergoyang ria.
Temu Onthel Nasional adalah acara tahunan KOSTI Blitar yang disponsori oleh Pemerintah Kota Blitar sebagai bagian dari rangkaian panjang peringatan hari ulang tahun Kota Blitar yang ke-113.
Cukup mengasyikkan menyaksikan kegiatan para pecinta sepeda jadul ini. Pemandangan sepeda-sepeda tua membawa pada suasana era kolonial.
Kesadaran pada pembangkitan suasana kolonial ini nampak pada beberapa komunitas pecinta sepeda tua, salah satunya, OPJ (onthel putra jenggala), komunitas sepeda tua di Sidoarjo.
Baca Juga:Penjaja Sepeda Onthel di Kota Tua Raup Untung Rp1 Juta Sehari
Anggota OPJ memiliki kostum ala meneer VOC.
"Sepeda-sepeda tua ini kan beberapa merk memang juga buatan Belanda," ujar Mariyono Subagyo, pensiunan Dispenda Jatim asal Sidoarjo. Mariyono mengaku selalu hadir pada acara Temu Onthel di Blitar karena dirinya juga pernah berdinas di Blitar juga.
Kepada Suara.com, Mariyono sempat memamerkan salah satu sepeda kasta tertinggi di kalangan pecinta sepeda jadul, yaitu sepeda merk Gaselle. Sepeda buatan Belanda itu kini harganya ada di kisaran Rp 10 juta. Merk-merk lain di kasta itu juga buatan Belanda, seperti Simplek, Pongres, dan Batavus.
Suasana kolonial sebenarnya tidak sepenuhnya dominan jika kita menyaksikan perhelatan jambore para onthelis. Dari sudut lain pemandangan kegiatan mereka mengingatkan pada suasana jalan-jalan di berbagai tempat di Jawa, khususnya, ketika sepeda-sepeda jadul itu masih menjadi andalan transportasi masyarakat.
Sepeda-sepeda yang sudah berumur puluhan tahun, atau sebagian mungkin sudah satu abad lebih itu, beberapa puluh tahun lalu masih memenuhi jalan-jalan di kota maupun di desa. Belakangan sepeda-sepeda itu lebih banyak ditemui di daerah pedesaan, hingga kekinian nyaris tak terlihat karena tergantikan oleh kendaraan bermotor.
"Kalau saya setiap hari masih pakai sepeda terutama untuk bepergian yang tidak terlalu jauh. Sekalian buat olah raga," ujar Mbah Rin, onthelis dari Nganjuk, yang bisa dibilang onthelis garis keras.
Mbah Rin juga memerkan sepedanya, meski bukan kasta tinggi bikinan Belanda, tapi dipenuhi asesori ekstrem. Hampir seluruh bagian dari sepeda itu dibalut kain batik. Berbagai pernak-pernik asesori memenuhi hampir seluruh bagian dari sepedanya. Di bagian depan, tepatnya bagian kemudi, dia tempelkan sepasang tanduk kerbau.
"Semua asesoris ini saya kumpulkan dan pasang bertahap, sedikit demi sedikit selama sekitar empat tahunlah," ujar Mbah Rin bangga.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Blitar, Tri Iman Prasetyono, selaku panitia HUT Kota Blitar yang ke-113 memperkirakan jumlah peserta yang hadir sekitar 5 ribu orang. Jumlah tersebut, ujarnya, turun drastis lantaran berbarengan dengan kegiatan serupa yang diselenggarakan KOSTI di tempat lain.
"Tahun lalu yang datang nggak kurang dari 10 ribu orang," ujarnya. *
Kontributor : Agus H