Bentuk pelanggaran yang kerap terjadi terhadap perempuan pada 2020 adalah KDRT 10 kasus, disusul bentuk pelanggaran kekerasan non-fisik yaitu kekerasan berbasis gender online 3 kasus.
Sementara Suami menempati posisi pertama sebagai pelaku pelanggaran terhadap hak perempuan, yakni 10 orang disusul pelaku selanjutnya adalah Kelompok Sipil 5 orang terdiri dari kekasih korban, teman dan bahkan kerabat dekat korban.
"Kasus pelanggaran terhadap hak perempuan banyak terjadi di Kota Surabaya sebanyak 12 kasus disusul Kabupaten Sidoarjo 3 kasus, Mojokerto dan Jombang masing-masing 1 kasus," ujarnya.
Wachid melanjutkan, bentuk pelanggaran yang kerap terjadi terhadap anak pada 2020 adalah penganiayaan 3 kasus, disusul bentuk kekerasan pemerkosaan dan pencabulan masing-masing 2 kasus.
Baca Juga:Catahu 2020 LBH Surabaya, 3.096 Buruh Alami Pelanggaran Selama Pandemi
Orang tua menempati posisi pertama sebagai pelaku pelanggaran terhadap hak anak yakni 3 orang, disusul pelaku selanjutnya adalah keluarga, guru, teman, dan tetangga yang masing-masing 1 orang.
"Kasus pelanggaran terhadap hak anak banyak terjadi di Kota Surabaya 4 kasus disusul oleh Kabupaten Sidoarjo 2 kasus, dan Sampang 1 kasus," ucapnya.
LBH Surabaya memiliki rekomendasi kepada pemerintah untuk semestinya terus menggalakkan upaya perwujudan kebijakan "Daerah Ramah pada Perempuan dan Anak" dengan menghentikan praktik kekerasan perempuan dan anak, baik fisik, psikis, dan seksual, serta menghentikan praktik trafficking.
"Pemerintah segera melaksanakan konsep keadilan restoratif bagi anak berhadapan dengan hukum, baik anak berkonflik dengan hukum, anak korban, dan anak saksi," katanya.
"Pemerintah juga wajib mengedepankan upaya-upaya bersama-sama kelompok masyarakat terdampak langsung berkaitan dengan adanya kebijakan pembangunan guna mem-formulasikan solusi terbaik demi harmoni gerakan pembagunan dengan upaya perlindungan penghormatan HAM," ujarnya.
Baca Juga:Terkait Demo Omnibus Law, KontraS Surabaya Laporkan Polda ke Ombudsman
Kontributor : Arry Saputra