"Karena hanya pengakuan dari korban, sementara tersangka tak pernah mengaku melakukan penganiayaan," ujar Salam.
Terkait hubungan Tersangka dengan korban saat ini, Abdul Salam menyatakan pihaknya sudah membina hubungan baik dengan keluarga yakni dengan memberikan tali asih.
Terpisah, Kasi Pidum Kejari Surabaya Farriman Isandi Siregar menyatakan saat ini pihaknya masih melakukan penelitian berkas perkara yang dilimpahkan penyidik Polrestabes Surabaya.
Terkait adanya bukti keterangan gangguan kejiwaan yang dialami Tersangka, Farriman menyebut hal itu masih dikaji oleh Jaksa Peneliti.
Baca Juga:PN Surabaya Lockdown, 27 Pegawai Termasuk Hakim dan Scurity Positif Covid-19
"Kalau yang ini (bukti gangguan jiwa) masih diteliti penuntut umum," ujar Farriman.
Seperti diketahui, kasus penganiyaan berawal dari Firdaus mengantarkan EAS ke lingkungan pondok sosial (Liponsos) Surabaya. Firdaus mengatakan jika asisten rumah tangganya tersebut mengalami gangguan kejiwaan. Namun saat dirawat petugas menemukan kejanggalan pada tubuh EAS yang mengalami banyak luka lebam.
Dari situ korban mengaku dianiaya oleh majikannya bahkan dipaksa memakan kotoran kucing oleh sang majikan. Dihadapan penyidik kepolisian disebutkan bahwa motif tersangka melakukan penganiayaan tersebut lantaran merasa kesal atas pekerjaan rumah yang dilakukan oleh EAS.
EAS mulai bekerja di kediaman Firdaus sejak April 2020. Namun sejak memasuki Agustus EAS mengalami tindak kekerasan fisik yang berujung pada penahanan terhadap Firdaus.
Akibat perbuatannya, FF dijerat pasal berlapis yakni Pasal 44 Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara.
Baca Juga:Fakta Viral Foto IGD RSUD Dr Soetomo Penuh Jenazah Pasien Covid-19