Seharusnya, kata dia, pemagaran yang dilakukan PT DPL seharusnya dilakukan setelah proses eksekusi selesai. Namun justru dilakukan sebelum eksekusi.
"Bukan belum eksekusi sudah melakukan pemagaran itu bentuk arogansi dan tidak menghormati proses hukum yang masih berjalan," tegasnya.
Rio juga meminta pengadilan menghentikan sementara aktivitas PT DPL yang merugikan pihak-pihak tertentu, mengingat proses hukum masih berjalan.
Perlu diketahui ada lima SHGB dengan ulasan 29 hektar, yang salah satunya diperkarakan dalam kasus ini.
Baca Juga:Surabaya Ikut Panen Raya, Lahan Tidur Berhasil Disulap Jadi Sawah
Owner PT LMI Wahyudin Nahafi mengatakan, seharusnya memang tidak dilakukan aktivitas di lahan tersebut. Karena masih dilakukan proses hukum.
"Saya percayakan semua pada hukum, pihaknya mengikuti semua proses hukum, dan siap melakukan pembuktian atas batas- atas lahan ini," katanya.
Panitera pengadilan negeri Lamongan Florenca Crisberk Flutubesy menyampaikan, constatering atau pencocokan data di lima SHGB dengan ulasan 29 hektar ini, terdapat satu SHGB nomer 31 dngan luas lahan 206.907 meter persegi, yang belum menemui titik sepakat kedua belah pihak mengenai batas.
"Hasil dari constatering ini akan dilaporkan ke pimpinan dan yang memutuskan nanti ketua pengadilan," imbuhnya.
Apa Itu Constatering?
Baca Juga:Demo Tolak UU TNI di Lamongan, Bojonegoro, dan Kediri Berakhir Ricuh
Salah satu mekanisme penting dalam proses pembuktian adalah melalui constatering. Meskipun istilah ini mungkin tidak sefamiliar upaya pembuktian lain seperti saksi atau dokumen, constatering memiliki fungsi unik dan krusial dalam mengungkap kebenaran materiil.