- Ponpes Al Khoziny Buduran diyakini berdiri sejak awal 1920-an, bahkan lebih dari satu abad, melahirkan banyak ulama dan tokoh penting di Nusantara.
- Jaringan keilmuan pesantren ini terhubung erat dengan pesantren besar di Jawa, menjadikannya pusat pendidikan Islam berpengaruh di Sidoarjo dan sekitarnya.
- Tragedi robohnya asrama jadi pukulan berat, namun juga peringatan pentingnya standar keselamatan demi kelangsungan pesantren sepuh ini.
SuaraJatim.id - Pondok Pesantren Al Khoziny, salah satu pesantren tertua di Sidoarjo, diguncang musibah besar. Asrama putra berlantai tiga di dalam kompleks pesantren itu roboh secara tiba-tiba.
Santri berhamburan keluar mencari selamat, sementara aparat dan relawan bergegas masuk untuk membantu evakuasi.
Tim gabungan dari BPBD, TNI-Polri, tenaga medis, hingga relawan saat ini tengah berjibaku melakukan evakuasi para santri. Suasana duka menyelimuti keluarga besar pesantren, mengingat Al Khoziny merupakan salah satu pesantren tertua yang memiliki sejarah panjang di Jawa Timur.
1. Pesantren Sepuh di Buduran
Baca Juga:Evakuasi Korban Ponpes Ambruk di Sidoarjo Terus Berlanjut Hingga Malam
Ponpes Al Khoziny berdiri di Jalan KHR Moh Abbas I/18, Desa Buduran, Sidoarjo. Nama Al Khoziny diambil dari pendirinya, KH Raden Khozin Khoiruddin.
Namun sebagaimana dilansir dari NU Online, masyarakat lebih akrab menyebutnya sebagai Pesantren Buduran, sesuai nama desa tempat pesantren itu berada.
Kiai Khozin sepuh, demikian beliau disapa, adalah menantu KH Ya’qub, pengasuh Pesantren Siwalanpanji pada periode ketiga. Dari sinilah jejaring keilmuan pesantren ini berakar kuat.
Tercatat sejumlah ulama besar pernah berguru di Siwalanpanji, di antaranya KH M. Hasyim Asy’ari (pendiri Pesantren Tebuireng Jombang), KH Abdul Wahab Hasbullah (Tambakberas Jombang), hingga KH As’ad Syamsul Arifin (Situbondo).
Jaringan ulama yang terhubung melalui Siwalanpanji ikut menguatkan reputasi Al Khoziny Buduran sebagai pusat ilmu yang berpengaruh.
Baca Juga:Dua Santri Masih Hidup di Bawah Reruntuhan Pesantren Al-Khoziny: Tim SAR Berpacu dengan Waktu
![Foto udara bangunan musala yang ambruk di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29/9/2025). [ANTARA FOTO/Umarul Faruq/nz]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/29/24350-bangunan-musala-pondok-al-khoziny-sidoarjo-ambruk-ponpes-al-khoziny.jpg)
2. Perdebatan Tahun Berdiri
Seiring berjalannya waktu, ada perbedaan pandangan terkait tahun berdirinya Pesantren Al Khoziny. Sejumlah artikel dan jurnal menuliskan bahwa pesantren ini berdiri pada 1926 atau 1927.
Namun, menurut KHR Abdus Salam Mujib, pengasuh generasi ketiga sekaligus Rais PCNU Sidoarjo, data tersebut tidak sepenuhnya tepat.
Dalam acara Haul Masyayikh dan Haflah Rajabiyah ke-80 tahun 2024, Kiai Salam Mujib menyampaikan bahwa pesantren ini sudah ada sekitar tahun 1920.
Cerita ini bermula ketika ia menerima kunjungan rombongan dari Yogyakarta. Ketua rombongan yang berusia 70-an tahun itu bercerita bahwa ayahnya adalah santri pertama KH Moh Abbas bin KH Khozin Khoiruddin di Buduran, sekitar tahun 1920.
Sang ayah disebut sempat nyantri di berbagai pesantren lain, termasuk Buntet di Cirebon dan beberapa pesantren di Jawa Tengah, sebelum akhirnya menimba ilmu di Buduran.