- Surat Yasin ayat 65 menggambarkan hari ketika mulut dikunci dan tubuh menjadi saksi atas amal manusia.
- Tafsir menegaskan tubuh mencatat semua perbuatan, simbol keadilan mutlak dan kejujuran di hadapan Allah.
- Pesan ayat ini dihidupkan lewat lagu “Ketika Tangan dan Kaki Berkata” yang ajak manusia introspeksi diri.
SuaraJatim.id - Surat Yasin ayat 65 adalah salah satu ayat paling menggugah dalam Al-Qur’an. Ayat ini menyentuh sisi terdalam dari kesadaran manusia tentang kejujuran, tanggung jawab, dan hakikat keadilan ilahi.
Untuk bisa membaca surat yasin secara lengkap bisa kunjungi https://islam.suara.com/alquran
Di tengah dunia yang serba pencitraan, ayat ini seperti cermin yang memperlihatkan kebenaran tanpa filter. Sebagaimana dikutip dari YouTube Tidak ada yang bisa disembunyikan karena bahkan tubuh kita sendiri akan bersaksi.
1. Bunyi Ayat dan Terjemahannya
Baca Juga:Abu Jahal Gagal Lempar Batu: Kisah Dramatis di Balik Surat Yasin yang Jarang Diketahui
Teks Latin:
Al-yawma nakhtimu ‘al afwhihim wa tukallimun aydhim wa tasyhadu arjuluhum bim kn yaksibn.
Artinya:
"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, tangan mereka akan berbicara kepada Kami, dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan."
(QS. Yasin: 65)
Ayat ini menggambarkan peristiwa di hari kiamat ketika manusia diadili atas semua perbuatannya. Allah menutup mulut mereka sehingga tidak dapat lagi berbohong atau membela diri. Yang berbicara justru anggota tubuh mereka sendiri.
2. Tafsir dan Makna: Tubuh Sebagai Saksi Kebenaran
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, peristiwa ini terjadi pada hari ketika semua amal diperlihatkan. Allah menutup mulut manusia lalu memerintahkan tangan, kaki, dan kulit untuk bersaksi atas segala yang pernah mereka lakukan. Tidak ada ruang bagi manusia untuk mengingkari kesalahan karena saksi berasal dari diri mereka sendiri.
Baca Juga:Kisah Ashabul Qaryah dalam Surat Yasin: Pelajaran Berharga dalam Dakwah yang Penuh Tantangan
Tafsir Al-Muyassar menjelaskan bahwa ini adalah bentuk keadilan mutlak Allah. Tidak ada manusia yang bisa lolos dari pengadilan Ilahi. Semua gerak tubuh adalah catatan hidup yang tak bisa dihapus.
Tangan akan berkata, “Aku digunakan untuk mencuri.”
Kaki akan berkata, “Aku berjalan menuju maksiat.”
Kulit pun akan menjadi saksi sebagaimana disebut dalam Surat Fussilat ayat 20-21.
Makna filosofis dari ayat ini sangat mendalam. Allah tidak hanya Maha Melihat, tetapi juga menjadikan tubuh manusia sebagai saksi internal yang tidak bisa disuap. Semua perbuatan, sekecil apa pun, tercatat dengan sempurna. Ketika lidah tak lagi berbicara, tindakanlah yang menjadi bukti sejati.
3. Makna Psikologis dan Spiritual
Secara psikologis, ayat ini mengajarkan pentingnya kejujuran dan kesadaran moral. Dalam kehidupan modern, manusia sering memakai topeng sosial.
Ada yang menampilkan citra suci di depan publik, namun berperilaku sebaliknya di balik layar. Ada yang memanipulasi kata demi keuntungan pribadi.
Namun Allah menegaskan bahwa pada akhirnya, bukan kata-kata yang berbicara melainkan tindakan. Dalam Tafsir Al-Mishbah, Quraish Shihab menekankan makna tanggung jawab personal.
Manusia tidak bisa selamanya menyalahkan lingkungan atau keadaan. Tubuhnya sendiri mengetahui kebenaran dan akan menjadi saksi di hadapan Allah.
Ayat ini juga menjadi pengingat agar setiap anggota tubuh digunakan dengan amanah. Mata untuk melihat kebaikan, tangan untuk menolong, kaki untuk melangkah ke arah yang benar, dan lidah untuk berkata jujur.
4. Inspirasi Moral dalam Lagu Chrisye
Pesan mendalam dari ayat ini dihidupkan kembali melalui karya seni. Lagu “Ketika Tangan dan Kaki Berkata”, ciptaan Taufiq Ismail dan dinyanyikan Chrisye, adalah salah satu interpretasi musikal paling kuat dari Surat Yasin ayat 65. Lagu ini tidak hanya indah secara musikal, tetapi juga sarat makna spiritual.
Liriknya berbunyi:
Akan tiba masa
Tak ada suara dari mulut kita
Akan tiba masa
Tak ada lagi dari lidah kita berkata-kata
Dan pada bagian akhir:
Ketika tangan dan kaki berkata
Tentang apa yang dilakukannya di dunia
Dan hati kecil pun tak mau mengaku
Telah habis waktu hidup di dunia
Lagu ini adalah tafsir emosional dari ayat 65. Melalui musik, Chrisye mengajak pendengar untuk merenung bahwa pada akhirnya, tubuh kita akan berbicara. Tidak ada lagi kebohongan, tidak ada lagi alasan. Yang tersisa hanyalah kebenaran tentang apa yang telah kita lakukan.
Dalam wawancara lama, lagu ini disebut sebagai karya yang paling reflektif dalam karier Chrisye. Suara lembutnya seolah menjadi pengingat lembut sekaligus peringatan tajam tentang kejujuran dan pertanggungjawaban di akhirat. Lagu itu berhasil menyentuh lintas generasi karena berbicara dengan bahasa universal: bahasa hati dan kesadaran.
5. Pesan untuk Manusia Modern
Di era digital, ayat ini semakin relevan. Kini manusia bisa dengan mudah membentuk citra palsu di media sosial, menulis hal yang tak dilakukan, atau menampilkan kebaikan semu demi pengakuan. Namun sebagaimana ditegaskan oleh Yasin ayat 65, semua itu tidak abadi.
Setiap klik, ketikan, dan langkah meninggalkan jejak moral. Tubuh kita merekam apa yang dilakukan, bahkan di dunia maya. Ini mengingatkan bahwa moralitas sejati tidak diukur dari apa yang tampak, melainkan dari niat dan perbuatan nyata.
Imam Al-Ghazali pernah berkata, setiap pancaindra akan ditanya sesuai fungsinya. Mata akan ditanya apa yang dilihatnya, telinga apa yang didengarnya, tangan apa yang digenggamnya, dan kaki ke mana melangkah. Semua itu adalah nikmat yang harus dipertanggungjawabkan.
Surat Yasin ayat 65 mengajarkan bahwa tidak ada dusta yang bisa bertahan selamanya. Manusia boleh menutupi kebenaran, tetapi tidak bisa menipu Allah. Tubuh kita, yang selama ini setia menemani, akan menjadi saksi paling jujur di hadapan-Nya.
Lagu “Ketika Tangan dan Kaki Berkata” menjadi jembatan yang indah antara pesan spiritual Al-Qur’an dan kesadaran budaya modern. Ia mengajarkan bahwa seni bisa menjadi jalan dakwah, selama ia menyentuh hati dan menyadarkan jiwa.
Sebelum hari itu tiba, marilah kita belajar menata diri agar setiap anggota tubuh bersaksi atas kebaikan. Gunakan tangan untuk menolong, kaki untuk melangkah menuju kebaikan, dan lidah untuk berkata benar.
Kontributor : Dinar Oktarini