Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Jum'at, 20 November 2020 | 13:25 WIB
Mat Mochtar setelah dipecat oleh PDIP Surabaya (Suara.com/Arry Saputra)

SuaraJatim.id - PDI Perjuangan memecat salah satu kader senior Surabaya, Mat Mochtar, lantaran membelot dalam Pilkada Surabaya. Ia mengorganisir eks simpatisan PDIP mendukung Machfud-Arifin.

Padahal, di sisi lain PDIP memiliki calon sendiri di Pilkada Surabaya, yakni pasangan Eri Cahyadi-Armuji. Pemecatan ini disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat Djarot di Surabaya pada Kamis (19/11/2020) kemarin.

"Mat Mochtar telah dipecat. Kalau mengaku anggota partai harus memiliki kesadaran berorganisasi," ujar Djarot menegaskan.

Mat Mochtar mengaku sudah mengetahui kabar mengenai pemecetan dirinya. Ia menyatakan telah menerima keputusan dari partai tersebut.

Baca Juga: Tim Machfud-Mujiaman Bantah Kampanye Pakai Bantuan BNPB: Tak Masuk Akal..!

"Saya tetap tegak lurus di PDI Perjuangan. Dipecat ya terserah yang penting gak dipecat Allah dan masyarakat Surabaya. Pemecatan ini saya terima, tapi hati saya tetap untuk PDIP," katanya di Surabaya, Jumat (20/11/2020).

Mochtar mengaku telah berjuang di PDI Perjuangan sejak masa susah Tahun 1993. Alasan dirinya pindah haluan mendukung MAJU itu bentuk perlawanan kepda Tri Rismaharini yang dinilai arogan dan sombong.

Risma dinilai tidak menghargai sejarah dan tokoh PDI Perjuangan. Termasuk pendiri bangsa Ir Soekarno dan Ketua DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Hal itu Itu dibuktikan dengan perjuangannya yang merayu Megawati untuk memilih Eri Cahyadi sebagai calon wali kota daripada wakil wali kota yang juga kader asli partai Whisnu Sakti Buana. Tak hanya itu, diberbagai baliho Eri-Armuji justru memajang foto Risma yang sejatinya bukan kader asli

"Foto Ir Soekarno dan Megawati yang merupakan tokoh kebanggaan PDI Perjuangan tidak ada. Inilah arogansi Risma. Kita harus ingat dengan sejarah ini dan tokoh kita," katanya.

Baca Juga: Bawaslu Selidiki Dugaan Bantuan BNPB Dipakai Kampanye Paslon di Surabaya

Karena itu, kenapa ia kemudian mengajak seluruh kader asli untuk mendukung Machfud Arifin-Mujiaman. Keduanya juga dinilai memiliki pengalaman yang banyak dan sangat mampu untuk memajukan Kota Surabaya menjadi lebih baik lagi.

"Track record, katanya Eri anak muda. Contoh, amblesnya Gubeng itu salah Eri. Banyak gedung cagar budaya jadi hotel, itu kelakuan Eri. Tempat pidato bung Tomo diratakan dijadikan tempat parkir," katanya.

"Pantas seperti itu? Saya sebagai warga Surabaya sangat menolak. Tunjukkan bahwa rakyat Surabaya ingin perubahan yang lebih manusiawi," katanya.

Sementara itu, soal tudingan Machfud-Mujiaman disebut-sebut sebagai pemecah belah PDI Perjuangan, dibantah oleh Mat Mochtar. Ia menegaskan tak ada satupun dari pihak paslon nomor urut 02 melakukan hal itu.

Justru, kata dia, dukungan itu muncul atas inisiatifnya sendiri karena kekecewaan rekom yang diberikan ke Eri-Armuji, bukan kepada Whisnu Sakti Buana.

"Memecah belah itu hanya ketakutan mereka (pengusung Er-Ji). Saya yang merapat sendiri ke Pak Machfud untuk memberikan dukungan, bukan Pak Machfud datang minta dukungan ke kami," ujarnya.

Ia menuding bahwa yang memecah belah PDIP justru Risma. Hal itu dibuktikan Mochtar dengan menyebut bahwa wali kota Surabaya itu tak menghargai Almarhum Soetjipto dan Bambang DH serta Megawati.

"Saya tidak melawan PDIP, saya melawan arogansi. Contohnya saat ada caleg dari PDIP, dari Eri sendiri, fotonya cuma Bu Risma. Foto Bu Mega, Bung Karno enggak ada. Padahal itu kebanggaan PDIP. Hal-hal seperti ini dilawan. Jangan dikaburkan," tegasnya.

Dengan pemecatan tak membuat Mochtar takut. Justru ia berharap kepada seluruh kader PDIP untuk tak pernah ragu ketika berjuang untuk kebenaran.

"Harapan saya pada seluruh kader, jangan pernah ragu ketika berjuang untuk kebenaran. Jangankan dipecat, dibunuh pun saya juga tetap tidak takut. Ini kebenaran," katanya.

Di kesempatan sama, Ketua Banteng Ketaton Surabaya, Herlambang juga menyayangkan pernyataan Djarot yang menyebut bahwa MAJU melakukan politik devide et impera ala kolonialisme Belanda.

"Saya menyayangkan sikap dan perkataan Djarot. Karena menuding Machfud Arifin memecah belah partai. Kami banteng ketaton dibentuk sebelum ketemu Machfud Arifin. Kami datang ke Machfud, bukan sebaliknya," ujarnya.

Menurut Herlambang, adanya pemecatan ataupun pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh PDIP justru membuat nama Banteng Ketaton semakin besar dan diketahui banyak orang.

"Yang jelas dengan pernyataan itu, jumlah kami makin besar. Apel siaga di pilkada di tiap TPS," katanya.

Load More