Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Minggu, 20 Februari 2022 | 12:41 WIB
Pembangunan masjid megah di Kenjeran Surabaya [Foto: Beritajatim]

SuaraJatim.id - Pembangunan Masjid Al-Islah di Jalan Kenjeran 276 Surabaya menyimpan sebuah keganjilan terkait manajemen pengelolaan pebangunan masjid.

Warga sekitar melaporkan dugaan adanya penggelapan dana pembangunan masjid megah di kawasan Kenjeran tersebut. Salah satu terlapornya adalah mantan Ketua Takmir Masjid berinisial WA (50).

Terkait dugaan penggelapan yang dilakukan WA ini, salah satu petugas penggalangan dana bernama Kayik (42) mengatakan pernah disuruh mengantarkan aset masjid untuk diantarkan ke rumah mertua WA di lamongan hingga tiga kali.

Pria yang bekerja di bengkel mobil tersebut menjelaskan juga pernah mengantarkan beberapa barang milik masjid seperti genteng dan kayu ke kampung halaman istri terlapor di Desa Turi Lamongan.

Baca Juga: Jumlah Pasien Covid-19 di Isoter Asrama Haji Surabaya Hampir Separuhnya Sudah Sembuh dan Boleh Pulang

"Tahun 2018 itu, saya diminta mengantarkan genteng dan kayu bekas bongkaran Masjid ke Rumahnya di Lamongan, itu sama Pak WA dan istrinya menggunakan mobil operasional Masjid," katanya, Sabtu (19/02/2022).

"Dan saya dikasih upah Rp 150 ribu yang diambil dari kas Masjid," katanya seperti dikutip dari beritajatim.com jejaring media suara.com.

Kayik menjelaskan lebih lanjut, pada 2019 dirinya kembali diminta mengantarkan keramik oleh terlapor ke rumahnya di Lamongan.

"Keramiknya sendiri jumlah dan mereknya saya tidak tahu, pertama diambil dari Masjid dan kedua diambil dari rumahnya di kawasan Jl Gading Sekolahan," ujarnya.

Tak berselang lama, Kayik juga mengaku pernah diajak belanja keramik oleh WA di toko bangunan di Kawasan Bunder Gresik,"Kalau harga dan jumlahnya saya tidak tahu, disitu saya juga dikasih upah Rp 150 ribu, itu juga diambil dari kas Masjid," tukasnya.

Baca Juga: Bandara Juanda: Rute Penerbangan Surabaya -- Blora Dijadwalkan Dua Kali Sepekan

Dengan suara bergetar, Kayik tak menyangka bahwa WA terseret permasalahan hukum. Ia lalu menjelaskan awal mula ia menjadi penggalang dana.

Dirinya rela menjadi penggalang dana untuk pembangunan Masjid yang dianggarkan Rp 14,8 miliar tersebut, setelah diajak langsung oleh WA.

"Sebenarnya saya mempunyai pekerjaan tetap sebagai montir mobil. Tapi disini saya niat untuk ibadah, sehingga menerima tawaran dari Pak WA untuk menjadi petugas penggalang dana untuk malam hari," ujarnya.

Pria yang menjabat sebagai wakil ketua RT di kawasan Jl Gading Sekolahan tersebut, mengaku selama melakukan aktivitas penggalangan dana, tidak pernah mengetahui hasil pendapatan secara terperinci.

"Jadi kami itu setelah melakukan penggalangan dana, hasilnya langsung diserahkan kepada Pak WA (terlapor) kami tidak pernah menghitung dan jumlahnya sendiri selama ini juga tidak tahu, jadi langsung dibawa sama Pak WA," ujarnya.

Disinggung terkait dirinya yang pernah dimintai tanda tangan oleh terlapor atas pengeluaran dana Rp 4 juta sebagai dana operasional sebagai pertanggung jawaban di laporan pertanggung jawaban (LPJ) pada 2020 lalu, Kayik membenarkan namun dirinya menolak.

"Setelah ramai, saya didatangi ke rumah diminta tanda tangan laporan pertanggung jawaban operasional petugas penggalang dana siang, karena takut ada apa apa, saya tidak mau, dan hanya saya yang tidak mau tanda tangan," katanya.

Kayik menegaskan, selama terlapor menjabat sebagai ketua Takmir dan ketua pembangunan Masjid periode 2017-2020, dirinya tidak pernah melihat adanya laporan pertanggung jawaban (LPJ) dan baru dibuat pada Juni 2020.

"Setahu saya selama beliaunya menjabat sebagai ketua pembangunan Masjid, tidak pernah ada LPJ, dan baru dibuat Juni 2020 dan nilainya juga tidak besar, bahkan di bulan Juni 2018, tidak ada laporan pemasukan, kan aneh, kami juga bekerja," terangnya.

Pasca terlapor tidak menjabat sebagai ketua Pembangunan Masjid, dirinya pernah diminta menghitung hasil penggalangan dana malam oleh sekretaris Pembangunan.

Hasilnya, dalam 1 bulan mendapat diatas Rp 100 juta. Padahal, dalam laporan yang dikeluarkan oleh Wahid saat masih menjabat, pendapatan masjid dari hasil galang dana selalu dibawah 100 juta.

"Padahal itu sudah agak berkurang pendapatan karena sepi, sebelumya itu dapatnya selalu banyak, tapi dalam laporannya pendapatan 1 bulan paling besar hanya Rp 63.300.000," kata Kayik lebih lanjut.

Kini, Kayik merasa khawatir dengan laporan warga perihal penggelapan dana pembangunan Masjid yang diduga dilakukan oleh WA ke Polrestabes Surabaya dengan Laporan Polisi Nomor : TPL/B/174/I/2022/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JATIM. Ia mengaku sempat diancam oleh terlapor jika dirinya akan diseret ke kasus penggelapan tersebut.

"Saya takut, karena kemarin Pak WA bilang, kalau dirinya sampai dihukum, akan menggigit semua yang terlibat, masa saya hanya dapat upah Rp 150 ribu waktu mengantarkan barang harus bertanggung jawab dan dihukum," ujarnya.

Sementara itu, ketika beritajatim berusaha mengkonfirmasi WA lewat pesan whatsapp, ia tidak membalas pesan yang dikirimkan. Ketika di telepon, ia pun tidak mengangkat.

Load More