SuaraJatim.id - Perhelatan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep, Madura, Jawa Timur, akan berlangsung pada 23 September 2020 mendatang. Meski belum dibuka pendaftaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, beberapa bakal calon bupati maupun wakil bupati sudah mengemuka.
Beberapa di antaranya Achmad Fauzi, Fattah Jasin, KH Unais Ali Hisyam, Nurfitriana Busyro, Dewi Khalifah, Donny M Siradj, KH Muhammad Shalahudin A Warist, Moh Yunus, dan Malik Effendi.
Dari beberapa nama tersebut, baru Achmad Fauzi dan Dewi Khalifah yang mendapat rekom satu partai politik. DPP PDI Perjuangan telah mengumumkan Fauzi-Eva sebagai bakal calon bupati dan wakil bupati.
Achmad Fauzi sendiri merupakan Ketua DPC PDI Perjuangan Sumenep. Sementara Dewi Khalifah adalah Ketua DPC Partai Hanura. PDI Perjuangan memiliki 5 kursi di legislatif. Sedangkan Hanura memiliki 3 kursi.
Baca Juga:ASN Pemkab Sumenep yang Curi Sepeda Ontel Diberhentikan Sementara
Koalisi dua partai politik ini masih kekurangan 2 kursi lagi untuk bisa berlaga dalam kontestasi pemilihan bupati dan wakil bupati nanti. Beberapa partai politik di Sumenep masih menyembunyikan jagoannya untuk diusung pada Pilkada serentak 2020 tahun ini.
Achmad Fauzi saat ini menjabat Wakil Bupati mendampingi Bupati A. Busyro Karim. Sebelumnya dia adalah seorang pengusaha di Jakarta.
Sebelum mencalonkan diri sebagai wakil bupati 2015, Fauzi hampir tidak ada orang yang mengenalnya. Meski dia asli orang Sumenep, namun publik mayoritas tidak tahu.
Ia mulai dikenal banyak kalangan lantaran pamannya merupakan politisi ulung partai besutan Megawati, yaitu MH Said Abdullah (Ketua Banggar DPR RI sekarang).
Setelah terpilih menjadi wakil bupati, Fauzi langsung tancap gas. Suami Nia Kurnia Fauzi itu selalu turun ke lapangan, mengayomi semua kalangan baik daratan maupun kepulauan.
Baca Juga:Curi Sepeda Ontel, Oknum ASN Pemkab Sumenep Nyaris Dihajar Massa
Ketua Yayasan Lembagag Bantuan Hukum (YLBH) Madura, Sulaisi Abdur Rozzak mengungkapkan, bahwa keputusan DPP PDI Perjuangan yang merekom Achmar Fauzi dan Dewi Kholifah (Nyai Eva) termasuk keputusan yang berani dan tepat.
Menurutnya PDI Perjuangan termasuk partai paling eksis dan berani di Madura. Harusnya langkah itu juga dilakukan oleh partai-partai lain di kabupaten paling timur Pulau Madura.
"Keberanian merekom kadernya sendiri itu harus diapresiasi. Karena ukuran keberhasilan kaderisasi di internal partai dapat dilihat dari keberaniannya untuk merekom kadernya sendiri," ungkapnya kepada Suara.com Jumat (21/02/2023).
Diumumkannya pasangan ini mendahului pasangan calon lain menandakan kesiapan partai untuk bertarung. Tinggal melihat lawannya siapa.
Menurutnya, jika pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep mendatang calonnya lebih dari dua pasangan, maka pasangan Fauzi-Eva berpotensi jadi pemenang.
"Akan tetapi, jika head to head saya berkeyakinan Fauzi-Eva ini kemungkinan besar, rontok," jelasnya.
Dari sisi eksternal, lanjut Sulaisi, Achmad Fauzi memiliki sisi negatif. Ada jejak korupsi yang tak dapat dibantah terkait PI Migas.
Jejak korupsi ini menurutnya bisa saja diolah oleh lawan politiknya. Jika dilakukan secara masif bukan tidak mungkin akan mengganggu laju Fauzi-Eva.
"Saya menerbitkan buku dengan judul Skandal Bellezza. Isinya tentang korupsi PI Migas Sumenep," terang pria yang juga DWP APSI Jatim ini.
Sementara Nyi Eva adalah representasi dari Muslimat NU yang memiliki basis massa ideologis yang jelas dan tak mudah terpengaruh propaganda.
Namun istri Ketua MUI, KH Safraji ini punya track record dua kali kalah dalam mencalonkan diri di posisi Cawabup. Masing-masing ada Pilkada 2010 dan 2015.
Berbeda dengan Fauzi, Nyai Eva tak punya beban sejarah kecuali dua kali kalah. Salah satunya karena menejemen dan pengelolaan tim kurang baik. Nyai Eva punya kecenderungan tidak percaya penuh terhadap kinerja Timses.
"Kelemahan itu tergantung Fauzi, apakah bisa ikut ritme PDIP atau tidak. Itu aja dulu. Mengenai lain-lain nanti setelah ada lawannya," ucapnya mengakhiri pembicaraan.
Kontributor : Muhammad Madani