Aksi Omnibus Law Surabaya: Undang-undangmu Lebih Kejam dari Undangan Mantan

Aksi yang mengatasnamakan GETOL (Gerakan Tolak Omnibus Law) ini membuat jalanan sementara lumpuh.

Chandra Iswinarno
Rabu, 11 Maret 2020 | 15:08 WIB
Aksi Omnibus Law Surabaya: Undang-undangmu Lebih Kejam dari Undangan Mantan
Poster-poster unik yang dibentangkan oleh mahasiswa saat demo tolak Omnibus Law di sekitaran Bundaran Waru, Kota Surabaya pada Rabu (11/3/2020). [Suara.com/Arry Saputra]

SuaraJatim.id - Ada yang unik di sela-sela aksi tolak Omnibus Law yang dilakukan massa dari berbagai serikat pekerja dan puluhan mahasiswa di sekitaran Bundaran Waru Kota Surabaya, Rabu (11/3/2020).

Para mahasiswa kembali menuliskan beberapa tulisan yang menggelitik sebagai bahan sindiran yang mereka tuangkan dalam kertas karton sebagai poster. Peserta aksi menyuarakan aspirasinya saat melakukan aksi.

Tulisan yang dituangkan dalam poster tersebut di antaranya menyinggung Virus Corona 'Katanya takut corona, tenaga kerja asing kok datang? Cukup tau'. Poster kedua berupa undang-undang yang dipadukan dengan undangan nikah sang mantan pacar 'Undang-undangmu lebih kejam dari undangan mantan.'

Sementara poster-poster lain bertuliskan tentang buruh yang butuh kepastian atas undang-undang, 'Kita kerja juga butuh kepastian bukan sistem kontrak yang menyengsarakan', 'Kembalikan hak perempuan Indonesia', 'Keadilan hanya untuk yang elit', 'Atas nama investasi hak pekerja dikebiri lingkungan dirusaki'.

Baca Juga:Ribuan Buruh Tutup Jalan di Surabaya, Demo Tolak Omnibus Law

Sementara itu, aksi yang mengatasnamakan GETOL (Gerakan Tolak Omnibus Law) ini membuat jalanan sementara lumpuh. Lantaran, ribuan massa tengah memenuhi jalanan.

Ketua FSKEP Sunandar mengatakan memang aksi ini diagendakan di sekitaran Bundaran Waru karena dianggap sebagai tempat yang strategis untuk menyampaikan aspirasinya, baik ke pemerintah maupun ke masyarakat.

"Omnibus Law penting untuk dipertegas dan kami menolak tegas karena di dalamnya ada poin-poin yang mendegradasi hak-hak buruh. Aksi di sini supaya di dengar pemerintah pusat yg saat ini akan membahas rapat paripurna awal omnibus Law," ujarnya.

Sunandar melanjutkan, aksi yang digelar bersamaan dengan peringatan supersemar merupakan momen yang sangat penting baik bagi mahasiswa, masyarakat, lembaga bantuan hukum yang ada di Jatim. Bersama GETOL elemen masyarakat serentak melakukan aksi agar pemerintah mempertimbangkan Pasal-pasal di Omnibus Law.

"Pemerintah Jokowi dan DPR RI betul-betul mempertimbangkan pasal-pasal di omnibus Law. Yang pertama di RUU sudah jelas menghilangkan prinsip jaminan pendapatan yang berbicara UMK akan dihilangkan diganti upah minimum provinsi dan upah kesepakatan," katanya.

Baca Juga:Soal RUU Omnibus Law, Mahfud: Nggak Ada Urusan dengan China

"Upah kesepakatan kalau ditetapkan akan jadi persoalan yang tidak ada jaminan. Kalau upah minimum provinsi ditetapkan kita bisa dibayar Rp 1,7 Juta sementara kita sekarang kan Rp 4,2 Juta. Kemudian jaminan sosial tidak ada yang dapat jaminan ini karena rata-rata di dalam omnibus terkait tentang menjadi pekerja tetap tidak ada hanya pekerja kontrak," lanjutnya.

Sunandar melanjutkan bahwa Omnibus Law secara otomatis, apabila tak ada jaminan pekerja tetap, maka masa depannya berpengaruh pada ruang lingkupnya untuk berserikat.

"Hari ini pemanasan di Jatim dan serentak di Indonesia, semuanya hari ini bergerak karena menyangkut masa depan. Bilamana suara kami tidak didengarkan kami akan bikin gerakan yang lebih besar," katanya.

Kontributor : Arry Saputra

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini