Sebagai perbandingan, jika sebelumnya ia saat bekerja di home industri, Susi bisa mendapatkan uang sebesar Rp 2,5 juta lebih dalam sebulan. Satu sarung yang ditenun bisa dihargai Rp 380 ribu. Jika ia kebagian menenun dengan corak yang sulit, gajinya bisa bertambah.
Selain berimbas di perajin, dampak Virus Corona juga menyasar di kalangan pengusaha kecil sarung tenun. Salah satu pemilik usaha di Desa Wedani, Arya mengakui, sejak covid-19 menyebar, penjualan sarung miliknya turun hingga 60 persen.
“Kalau hari raya kemarin pembelian lancar, bisa sampai 100 kodi. Sekarang hanya 40 hingga 60 kodi, padahal sudah mendekati hari raya,” katanya.
Kesulitan lain juga diungkapkannya, terkait pengambilan bahan baku sarung. Sejak adanya Covid-19 benang dan sutra yang biasanya diimpor dari negara Cina kini tersendat. Akibatnya, bahan baku sulit didapatkan.
Baca Juga:Kisah Ubad, Perajin Tusuk Kue yang Kini Pasrah Ditengah Pandemi
“Selama ini belum ada pengurangan pekerja, tapi untuk mensiasati agar tidak rugi terlalu besar, pembuatan tenun dari pekerja saya batasi. Jika sebelumnya boleh membuat sarung tanpa ada batas, kini seminggu hanya setor dua sarung saja."
“Tapi kalau keadaanya tidak membaik, kemungkinan besar akan ada penguarangan pekerja. Sebab untuk jual saja susah, ditambah beberapa wilayah menerapkan lockdown jadi terhambat,” katanya.
Kontributor : Amin Alamsyah