SuaraJatim.id - Terkait pengakuan Dian Purnomo, mantan narapidana yang mengungkap sejumlah pungutan liar (Pungli) pada 2018 lalu di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, ditanggapi Kepala Rutan Wahyu Hendrajati Setyo Nugroho.
Hendra mengaku tidak tahu pasti ada praktik pungutan liar (Pungli) di Rutan. Sebab pada 2018 dia masih berada di Jakarta dan belum menjabat sebagai Karutan di Medaeng. Ia baru menjabat di Medaeng pada 2021.
"Kalau adanya Pungli seperti pengakuan Dian Purnomo saya kurang tahu. Karena tahun itu saya belum menjabat Kepala Rutan Medaeng. Saya baru menjabat awal Januari," kata Hendra, sapaan akrabnya pada Suara.com, Selasa (9/2/2021) malam.
Hendra memastikan, sejak kepemimpinanya sudah tidak ada Pungli lagi. Jika ada petugas Rutan yang melakukan pungli, Ia tidak segan-segan akan menindak dengan tegas.
Baca Juga:Eks Napi Medaeng Ungkap Petugas Jualan Es Rp 20 Ribu, Tahanan Wajib Beli
"Ketika kepemimpinan saya, saya pastikan tidak ada pungli. Memang kalau ada Napi baru masuk pasti dicukur. Tapi semuanya itu gratis," kata Hendra.
"Jika ada yang melakukan praktek Pungli, saya pasti akan tindak," ujarnya menegaskan.
Hendra tak menampik jika Rutan Medaeng saat ini over kapasitas. Rutan yang seharusnya diisi hanya 500-an orang, saat ini telah dihuni 1.700 orang lebih.
"Rutan saat ini saya akui over kapasitas. Harusnya diisi lima ratus empat, sekarang sudah seribu tujuh ratus lebih. Meski over, saya berusaha sebaik mungkin untuk memastikan kenyamanan penghuni," katanya.
Sebelumnya, Dian Purnomo, mantan narapidana di Rutan Medaeng membuat pengakuan heboh. Warga Surabaya itu divonis hukuman penjara dua bulan 15 hari karena dinyatakan bersalah atas perusakan aset milik PT Ciputra Development Tbk di Waduk Sepat pada 2018.
Baca Juga:Biaya Napi Rutan Medaeng: Ogah Gundul Rp2 Juta, Tidur di Lantai Rp500 Ribu
Banyak cerita unik diceritakannya selama mendekam di Rutan Medaeng. Misalnya soal jual beli cukur rambut yang ditawarkan petugas rutan.
Dian dijebloskan ke penjara bersama kawannya, Darno. Saat masuk ke rutan, biasanya para tahanan akan digunduli rambutnya oleh petugas.
Tetapi, petugas rutan justru menawarkan bisa mencukur sesuai keinginan tahanan dengan tarif yang sudah ditetapkan.
"Kalau tidak mau gundul plontos tinggal satu sisir, itu bayar Rp 20 ribu. Kalau tidak mau dipotong itu bisa bayar Rp 500 ribu sampai Rp 2 juta," kata Dian dalam sebuah diskusi yang digelar YLBHI secara daring.
Setelah melewati proses tersebut, Dian harus menjalani karantian di ruangan kecil namun dihuni oleh banyak tahanan. Para tahanan harus tidur bergantian karena terbatasnya lapak mereka bahkan hanya untuk merebahkan tubuh.
Dian menyebut ada sekitar 300 tahanan di ruangan kecil tersebut. Pun hanya dilengkapi dengan satu kamar mandi dan satu kloset.
Penarikan uang tidak terhenti hanya soal menggunduli kepala. Para tahanan yang dibesuk juga akan ditarik biaya sekitar Rp 50 ribu.
"Jadi teman-teman waktu besuk kemudian mau pulang saya panggil, 'jangan pulang dulu aku tinggali uang untuk bayar nanti setelah dibesuk disuruh bayar'. Jadi satu orang kalau dikarantina dulu 50 ribu itu dikarantina," ungkapnya.
Setelah proses karantina selesai, para tahanan pun akan dipindahkan ke blok-blok rutan yang tersedia. Tidak ada yang gratis di sana karena untuk pindah pun Dian kembali harus merogoh kocek sekitar Rp 500 ribu.
Meski sudah membayar dengan nominal yang cukup besar, Dian tidak pernah merasakan kenyamanan seperti yang dibayangkan. Pasalnya, di dalam rutannya pun sama-sama sempit seperti halnya di tempat karantina.
Ia mungkin tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau harus mengeluarkan lagi uang untuk menyewa keramik. Maksud Dian adalah dirinya harus membayar untuk bisa tidur di lantai yang sudah dilapisi keramik.
Untuk keramik dengan ukuran 40x40 cm saja dipatok tarif Rp 200 ribu. Sementara untuk yang ingin tidur di dalam kamar bisa mencapai Rp 800 ribu atau Rp 30 ribu per minggu.
Semakin banyak fasilitas yang diberikan, maka semakin tinggi pula tarif yang ditawarkan.
"Ada yang sampai tidur di kamar itu sampai ada yang Rp 4-10 juta tergantung fasilitasnya."