Kronologi Pelajar SD Tulungagung Terpapar Jaringan Teroris Lewat Medsos, Kini Didampingi Intensif

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung, Jawa Timur, melakukan pendampingan intensif terhadap kasus radikalisme anak yang menimpa seorang pelajar kelas V sekolah dasar (SD).

Riki Chandra
Selasa, 16 Desember 2025 | 23:55 WIB
Kronologi Pelajar SD Tulungagung Terpapar Jaringan Teroris Lewat Medsos, Kini Didampingi Intensif
Ilustrasi radikalisme. [Shutterstock]
Baca 10 detik
  •  Pelajar SD Tulungagung terpapar radikalisme lewat aktivitas media sosial.

  • Pendampingan psikososial dan deradikalisasi dilakukan tanpa pendekatan represif.

  • Orang tua diminta aktif awasi aktivitas digital anak.

SuaraJatim.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung, Jawa Timur, melakukan pendampingan intensif terhadap kasus radikalisme anak yang menimpa seorang pelajar kelas V sekolah dasar (SD).

Anak SD itu terpapar paham radikal jaringan teroris internasional melalui aktivitas media sosial, sebelum akhirnya terdeteksi lewat pemantauan siber aparat keamanan.

Penanganan kasus radikalisme anak ini dilakukan secara terpadu oleh Pemkab Tulungagung bersama aparat keamanan dan lembaga terkait.

Kepala Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBPPPA) Tulungagung, Kasil Rokhmad, menyebut intervensi dilakukan setelah adanya temuan aktivitas mencurigakan di dunia digital.

“Anak ini terpapar dari aktivitas media sosial. Saat ini sudah menjalani pendampingan dan deradikalisasi, dan perkembangannya cukup positif,” kata Kasil, Selasa (16/12/2025).

Kasil menjelaskan, awal mula paparan radikalisme anak tersebut berasal dari kebiasaan korban mengunggah konten bernuansa kekerasan di akun TikTok miliknya. Unggahan itu kemudian menarik perhatian jaringan teroris internasional yang aktif memantau media sosial.

Dari sana, korban diajak bergabung ke sejumlah grup WhatsApp yang berisi konten ajakan kekerasan. Dalam grup tersebut, anak menerima paparan berulang terkait ideologi ekstrem.

Total terdapat lima grup WhatsApp yang sempat diikuti korban sebelum aktivitas itu terdeteksi oleh Densus 88 Antiteror dan BNPT.

“Karena kemampuan bahasa Inggris-nya cukup baik, anak ini dengan cepat menyerap konten yang disebarkan jaringan tersebut,” ujarnya.

Setelah terdeteksi, aparat melakukan intervensi dini dengan pendekatan perlindungan anak, bukan tindakan represif. Pemkab Tulungagung kemudian memberikan pendampingan psikososial, edukasi kebangsaan, serta penguatan peran keluarga sebagai bagian dari proses deradikalisasi.

Menurut Kasil, pendampingan telah berjalan sekitar satu bulan dan menunjukkan perkembangan positif. Proses tersebut mendapat dukungan penuh dari orang tua korban dan difokuskan pada pemulihan kondisi psikologis anak serta perlindungan hak-haknya.

Selain kasus pelajar SD, KBPPPA Tulungagung juga mencatat adanya satu pelajar tingkat SMA ber-KTP Tulungagung yang terpapar paham serupa. Meski bersekolah di luar daerah, pelajar tersebut kini juga menjalani proses deradikalisasi oleh pihak terkait.

“Kami mengimbau orang tua agar lebih aktif mengawasi aktivitas digital anak. Pengawasan dan komunikasi keluarga menjadi kunci pencegahan paparan radikalisme anak sejak dini,” kata Kasil.

Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan media sosial dan peran keluarga dalam melindungi anak dari paparan ideologi ekstrem di ruang digital. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak