Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Rabu, 14 Oktober 2020 | 11:26 WIB
Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja dan Omnibus Law rusuh di Kota Surabaya dan Malang (Foto: Antara)

SuaraJatim.id - Demonstrasi rusuh di sejumlah daerah menolak UU Cipta Kerja dan Omnibus Law beberapa waktu lalu banyak melibatkan remaja-remaja tanggung, terutama yang berstatus pelajar SMK dan SMA, khususnya di Surabaya dan Malang, Jawa Timur.

Fenomena keterlibatan remaja berstatus pelajar dalam sejumlah aksi vandalisme dalam demonstrasi ini ternyata disebabkan oleh beberapa hal. Seperti diungkapkan Psikolog Sosial dari Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Surabaya, Bagus Ani Putra.

Menurut dia, setidaknya ada tiga hal yang menjadi penyebab utama kenapa para remaja ini terlibat dalam sejumlah aksi demontrasi rusuh di sejumlah daerah di Indonesia tersebut. Kepada SuaraJatim Bagus menjelaskan ketiga penyebab tersebut, Rabu (14/10/2020).

"Pertama, dalam perkembangan psikologisnya, remaja cenderung menjauh dari keluarga dan lebih mempercayai atau mendekat kepada teman sebayanya sebagai lingkungan sosial. Oleh karena itu, teman sebaya yang menjadi lingkungan sosial bagi remaja, mempunyai pengaruh kuat terhadap remaja itu sendiri. Maka tak heran jika banyak remaja demo karena pengaruh ikut-ikutan temannya dan bahkan tidak tahu substansi materi yang mereka suarakan saat demonstrasi," katanya.

Baca Juga: Pelajar Provokator Demo Ricuh di Pontianak Akan Dikeluarkan dari Sekolah

Selain itu, para remaja cenderung mencari eksistensi ke komunitas mereka melalui proses konformitas. Konformitas ini menjadi sebab kedua. Yaitu proses menyamakan diri dengan atribut sosial pada kelompoknya. Mereka mengikuti pendapat kelompoknya bahkan mengikuti apapun yang dilakukan oleh kelompok teman sebayanya.

"Konformitas ini dilakukan semata-mata, agar remaja bisa diterima oleh kelompoknya. Sehingga wajar, jika mereka mengikuti kelompoknya melakukan demonstrasi agar bisa diterima di kelompoknya, atau bahkan menjadi pusat perhatian bagi kelompok sebayanya," terang Bagus.

Penyebab ketiga adalah pencarian jati diri, sehingga para remaja ini berani mengeksplorasi hal-hal baru.

"Demo atau unjuk rasa adalah salah satu media baru mereka untuk menemukan jati diri. Bahkan ketika mereka menjadi sorotan publik, terus tersebar melalui media sosial maka itu menjadi tujuan mereka saat demonstrasi. Misalnya ingin menjadi terkenal dan viral di media sosial sehingga ia mempunyai pride atau sesuatu yang bisa dibanggakan kepada teman-temannya," ujarnya.

Sementara di luar dari tiga hal utama, media sosial pun memiliki peran penting menjadi penyebab kenapa remaja-remaja tanggung ini ikut demonstrasi kemarin.

Baca Juga: Publik Menanti Debat Henry Subiakto vs Airlangga Pribadi, Unair vs Unair

Seperti yang diberitakan oleh SuaraJatim.id sebelumnya, beberapa remaja yang nongkrong menunggu demo di Grahadi Surabaya sempat diamankan oleh petugas kepolisian. Beberapa diantaranya mengaku mendapat ajakan via media sosial.

"Selain dari komunitas, mereka juga lebih mudah mendapatkan ajakan dari media sosial, terlebih lagi dilihat dari kecanggihan teknologi, akses-akses media sosial tidak bisa dibendung lagi. Sehingga mereka cenderung lebih percaya omongan teman sebaya di media sosial," katanya.

Selain itu, Bagus menilai adanya rasa kebosanan dari para remaja yang saat ini masih berstatus sebagai pelajar, bosan dengan adanya sistem sekolah daring.

"Saat adanya ajakan demonstrasi, para remaja juga memanfaatkan masa itu sebagai proyek untuk reuni, karena mereka ingin bertemu dengan para temannya face to face," kata Bagus.

Dalam melihat fenomena ini, Bagus memberikan saran pada para remaja agar mengarahkan keinginan atau suara mereka ke hal-hal yang lebih kreatif.

"Pengakuan dari lingkungan sosial dapat disalurkan melalui demonstrasi yang kreatif oleh remaja, misalnya membuat meme lucu atau menarik tentang materi demonstrasi tanpa mendiskreditkan pihak lain. Cara ini lebih efektif didengarkan dibandingkan dengan demonstrasi," katanya.

Ia juga menerangkan, agar para remaja sebisa mungkin, memahami substansi tujuan apa yang diagendakan dalam demo tersebut. Bukan hanya ikut-ikutan saja.

"Dikhawatirkan jika substansi demonsrasi tidak dipahami oleh remaja, maka bisa terindikasikan remaja tersebut cenderung menggunakan emosionalnya, dibandingkan dengan rasionalnya. Ketika remaja sudah terjebak emosional dalam menyampaikan pendapat maka remaja mudah terjebak ke dalam vandalisme dan kerusuhan," ujarnya.

Kontributor : Dimas Angga Perkasa

Load More