Budi Arista Romadhoni | Baehaqi Almutoif
Senin, 13 Oktober 2025 | 09:26 WIB
Ilustrasi tambang galian C di Cirebon. [Antara]
Baca 10 detik
  • Insiden penambang tertimbun longsor di Magetan harus menjadi pembenahan jangka panjang. 
  • Peristiwa ini merupakan gambaran mengenai tata kelola pertambangan yang masih terjebak dalam logika eksploitasi serta administratif saja. 
  • Kelengkapan administrasi perizinan pertambanganan bukanlah akhir dari tanggung jawab, melainkan pintu masuk dari tata kelola yang lebih manusiawi. 

SuaraJatim.id - Wakil Ketua DPRD Jatim Deni Wicaksono memberi perhatian terhadap meninggalnya seorang pekerja tambang di Magetan beberapa waktu lalu.

Seorang pekerja tambang galian C di Desa Trosono, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan dilaporkan meninggal dunia usai tertimbun longsor pada 27 September 2025. Korban tertimpa longsor saat sedang bekerja di area tambang.

Dinas ESDM Provinsi Jatim langsung menutup tambang galian C tersebut dan melakukan investiasi.

Deni mengapresiasi langkah yang dilakukan dinas ESDM Jatim bersama dengan Kementerian ESDM yang langsung merespons usai kejadian memilukan tersebut. Kendati demikian, dia mengingatkan agar ada pembenahan jangka panjang dengan menegakkan tata kelola tambang yang ditopang oleh sistem pengawasan lintas sektor.

Pihaknya menyarankan pengawasan dilakukan secara transparan yang melibatkan masyarakat, akademisi, dan lembaga independen.

”Penutupan tambang bermasalah di Magetan adalah langkah penting, tetapi bukan akhir dari perjalanan. Ini harus harus diikuti audit menyeluruh, keterbukaan data, dan ketegasan penegakan hukum. Jangan sampai musibah hanya menjadi siklus berita, bukan pelajaran agar tak terulang di kemudian hari,” kata Deni.

Politikus Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim itu mengingatkan tragedi Magetan ini seharusnya menjadi peringatan terhadap tata kelola pertambangan.

”Dalam musibah itu, bukan hanya seorang pekerja yang kehilangan nyawa, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem pengawasan tambang yang selama ini dianggap cukup dengan tumpukan berkas administrasi perizinan,”

Politikus Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim itu menilai kejadian ini merupakan gambaran mengenai tata kelola pertambangan yang masih terjebak dalam logika eksploitasi serta administratif saja, sedangkan keselamatan kerja dan keberlanjutan lingkungan masih terabaikan.

Baca Juga: Pemberlakuan Cukai Rokok SKM 3 Bisa Menguntungkan PAD Jatim

Pihaknya pun mengingatkan agar kejadian tersebut menjadi perhatian Pemprov Jatim untuk meninjau ulang tata kelola pertambangan.

“Musibah tambang di Magetan ini seharusnya menjadi titik balik dari tata Kelola berbasis izin menuju tata kelola berbasis tanggung jawab," katanya.

Kelengkapan administrasi perizinan pertambanganan bukanlah akhir dari tanggung jawab, melainkan pintu masuk dari tata kelola yang lebih manusiawi dan berorientasi pada keadilan ekologis.

"Legalitas tidak boleh mengalahkan moralitas. Setiap meter tanah harus dipertanggungjawabkan tidak hanya di atas kertas administratif, tapi juga di hadapan moral dan generasi penerus,” tegasnya.

Musibah di Magetan menunjukkan bahwa tata kelola pertambangan tidak cukup hanya dengan memastikan kepatuhan formal.

Tidak bisa berhenti di legalitas formal, seperti berkas perizinan yang lengkap, dokumen analisis dampak lingkungan yang rapi, serta laporan administratif saja. Akan tetapi, juga dipastikan pelaksanaannya berjalan dengan aman dan berkelanjutan.

Load More