SuaraJatim.id - Polemik yang terjadi di Pemerintahan Jember hingga saat ini masih terus berlanjut. Dikabarkan surat Bupati Faida untuk DPRD Jember mengenai realokasi dan refocusing anggaran penanganan Covid-19 tidak ditembuskan kepada Gubernur Jawa Timur.
Padahal, surat tertanggal 14 April 2020 ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Persoalan tersebut kemudian memantik pertanyaan dari sejumlah anggota DPRD Jember dan DPRD Jawa Timur.
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Anik Maslachah menilai seharusnya gubernur mendapatkan tembusan surat.
“Ini kan hubungannya dengan prosedur, etika, fatsun politik, dan aturan main,” katanya seperti dilansir Beritajatim.com-jaringan Suara.com pada Jumat (17/4/2020).
Baca Juga:Daerah Lain Sudah Mikir PSBB, Jember Masih Ribut Anggaran Virus Corona
Sementara itu, Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi tak berani berspekulasi soal ketiadaan tembusan surat untuk Gubernur Khofifah.
“Barangkali, ini khusnuzon kami, memang tidak diperlukan tembusan kepada gubernur. Barangkali bupati berpendapat ini implementasi surat keputusan bersama dua menteri. Barangkali bupati berpandangan cukup dua menteri itu, toh yang bikin kebijakan bukan gubernur,” katanya.
Senada dengan Itqon, Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim mengatakan, surat kepada DPRD adalah pemberitahuan bahwa bupati sudah melakukan pengalihan anggaran untuk penanganan Covid-19.
“Gubernur tidak diberi tembusan. Padahal sampai saat ini Jember belum punya peraturan daerah APBD dan hanya memakai peraturan kepala daerah (perkada),” katanya.
Halim menilai, surat tersebut melangkahi fungsi dan peran gubernur selaku perwakilan pemerintah pusat dan pemerintah atasan yang membina.
Baca Juga:Nah Lho! Pemudik ke Jember akan Diisolasi 2 Pekan di Stadion
“DPRD Jember akan mengirim surat kepada Mendagri dengan ditembuskan Gubenur, bahwa kami tidak pernah diajak bicara soal refocusing tersebut. Artinya refocusing hanya sepihak dan DPRD tak dilibatkan,” katanya.
Namun ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Jember Gatot Triyono menyatakan, gubernur sudah mendapat laporan formal dan informasi.
“Bupati selalu berkomunikasi. Jika ada salah satu pejabat provinsi mengatasnamakan gubernur, ditanyakan pada guberrnur saja. Karena kami tidak tahu soal internal pemerintah provinsi, siapa saja yang ditugasi mengawal anggaran Covid-19 untuk kabupaten dan kota di Jawa Timur,” katanya.
Untuk diketahui, dalam surat bupati kepada DPRD Jember disampaikan bahwa pemkab telah melakukan penyesuaian belanja daerah dalam Peraturan Bupati Nomor 3 tahun 2020 tentang Penggunaan APBD Tahun Anggaran 2020 dan melakukan rasionalisasi belanja, dengan rincian:
- Belanja pegawai yang semula Rp 1,446 triliun dipangkas menjadi Rp 1,428 triliun, atau berkurang Rp 17,732 miliar.
- Belanja barang dan jasa yang semula Rp 1,092 triliun dipangkas menjadi Rp 1,046 triliun, atau berkurang Rp 45,926 miliar.
- Belanja modal yang semula Rp 798,728 miliar dipangkas menjadi Rp 489,794 miliar, atau berkurang Rp 308,934 miliar.
Dari hasil rasionalisasi tersebut dialihkan untuk penanganan Covid-19 yang terbagi pada tiga bidang yakni, anggaran penanganan kesehatan Rp 310,052 miliar, anggaran penanganan dampak ekonomi Rp 81,964 miliar dan anggaran penyediaan jaring pengaman sosial Rp 87,400 miliar.
Dalam surat itu disebutkan, sebelum penyesuaian pendapatan daerah dan rasionalisasi belanja harus dilakukan perubahan perkada penjabaran APBD Tahun Anggaran 2020 dengan pemberitahuan kepada DPRD.
Anik Maslachah mengingat, Jember belum memiliki Peraturan Daerah APBD 2020 yang harus dijabarkan. Sehingga ia menyarankan, agar realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 di Jember dilakukan setelah pengesahan Perda APBD 2020 seperti yang disarankan Gubernur Khofifah.