- Perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato jadi simbol perlawanan rakyat Surabaya pasca kemerdekaan.
- Aksi heroik pemuda memanjat dan merobek warna biru bendera memicu semangat perlawanan nasional.
- Insiden Yamato menjadi pemicu pecahnya Pertempuran 10 November 1945 yang dikenang sebagai Hari Pahlawan.
SuaraJatim.id - Peristiwa pengibaran dan perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya, pada 19 September 1945 adalah salah satu momen paling dramatis dalam sejarah Indonesia. Aksi di hotel megah di Jalan Tunjungan itu bukan hanya soal bendera yang diturunkan paksa.
Peristiwa tersebut menjadi titik balik yang melecut keberanian rakyat, memicu kemarahan besar, dan akhirnya mendorong pecahnya Pertempuran 10 November 1945 yang kini dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Meski Indonesia baru sebulan merdeka, Belanda lewat NICA datang membawa ambisi lama. Mereka mencoba mengibarkan kembali warna merah putih biru sebagai simbol kekuasaan.
Namun Surabaya bukan kota yang mudah tunduk. Aksi itu langsung dibalas rakyat dengan keberanian yang diabadikan dalam sejarah. Berikut rangkuman tujuh fakta dramatis berdasarkan kanal YouTube Supersuka.
Baca Juga:Lokasi Parkir Parade Soerabaja Joeang 2023, Cek Sebelum Berangkat
1. Pagi itu Surabaya Dikejutkan Bendera Belanda Berkibar di Atas Hotel Yamato
Warga yang melintas di Jalan Tunjungan tertegun melihat bendera pribumi Belanda berkibar di puncak Hotel Yamato. Pengibaran itu dilakukan oleh Ploegman, pimpinan Indo Europeesch Verbond (IEV), yang juga ditunjuk NICA sebagai wali kota Surabaya.
Bagi rakyat yang baru saja merdeka, pemandangan ini adalah penghinaan terbuka. Bendera itu menjadi simbol ancaman kembalinya penjajahan. Tidak butuh waktu lama hingga massa mulai berkumpul, meneriakkan protes, dan menuntut agar bendera tersebut segera diturunkan.
2. Tindakan Sepihak Ploegman Bikin Arek Surabaya Murka
Dokumen mencatat bahwa Ploegman sengaja mengibarkan bendera Belanda sebagai bentuk perayaan ulang tahun Ratu Wilhelmina. Namun keputusan itu ia ambil tanpa izin dan tanpa mempertimbangkan situasi politik Surabaya yang sedang panas setelah proklamasi.
Baca Juga:Bersyukur Bentang Bendera Hari Pahlawan Catatkan Rekor Terpanjang, Khofifah Minta Maaf
Langkah arogannya membuat ribuan warga memadati halaman hotel. Aparat keamanan lokal pun kewalahan menenangkan massa yang merasa harga diri bangsanya diinjak.
3. Residen Sudirman Turun Tangan, tapi Negosiasi Berjalan Buntu
Untuk mencegah keributan besar, Residen Surabaya R. Sudirman mendatangi hotel. Ia didampingi dua pemuda, Sidik dan Haryono. Mereka meminta bendera Belanda diturunkan dan diganti kembali dengan Merah Putih.
Namun negosiasi berubah panas. Ploegman menolak tegas dan memelintir logika bahwa Belanda adalah bagian dari Sekutu sehingga merasa berhak mengibarkan bendera mereka di tanah Indonesia.
Sudirman mencoba menjelaskan posisi Republik Indonesia yang sah, tetapi Ploegman tidak mau mengalah.
4. Ploegman Todongkan Pistol, Situasi Mendadak Tak Terkendali