SuaraJatim.id - KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu) Jatim melaporkan kepala daerah yang tidak netral ke Bawaslu Surabaya. Laporan itu atas dugaan pelanggaran kewenangan dalam gelaran Pilkada 2020 yang dilakukan Wali Kota Tri Rismaharini.
Ketua KIPP Jatim Novli Bernado Thyssen mengatakan, Risma melakukan perbuatan dan kebijakan kepada salah satu pasangan calon sehingga menghasilkan keuntungan bagi mereka. Laporan ini masuk ke Bawaslu pada Kamis 1 Oktober 2020.
Risma dilaporkan terkait dengan Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang 10 Tahun 2016, dimana dalam undang-undang itu dikatakan bahwa gubernur, bupati, wali kota dilarang menyalahgunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.
"Terhitung sejak 6 bulan sebelum penatapan pasangan calon sampai dengan peetapan pasangan calon," kata Novli saat dihubungi SuaraJatim.id, Jumat (02/10/2020).
Baca Juga:Bawaslu Surabaya Terima Laporan Ketidaknetralan Kepala Daerah di Pilwali
Novli menyebut ada dua dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Risma, yang pertama selaku wali kota diduga melanggar aturan terkait pemberian rekomendasi kepada calon pasangan yang dilakukan menggunakan fasilitas Pemerintah Kota Surabaya yaitu di Taman Harmoni pada 2 September 2020 lalu.
"Aset Pemkot Surabaya dipakai dalam kegiatan politik praktis pemberian rekomendasi partai kepada pasangan calon kan tidak dibolehkan. Apalagi Bu Wali hadir di dalam kegiatan itu di jam kerja, nah harusnya bisa membedakan kapasitasnya sebagai wali kota dan pengurus DPD," ujar Novli.
Menurut Novli harusnya deklarasi penetapan bisa dilakukan di hotel atau tempat lainnya dengan catatan tidak menggunakan fasilitas pemerintah yang bertentangan pada Pasal 71 UU Pilkada.
Dugaan pelanggaran kedua, lanjut Novli, berupa pemasangan baliho di sejumlah jalanan di Surabaya yang mencatut gambar Wali Kota Risma dengan pasangan calon sebelum adanya penetapan. Hal itu dinilai tidak netral karena terlibat dalam politik praktis.
"Yang membedakan kapasitiasnya dia dengan pengurus parpol kalau misal Risma ingin menjadi juru kampanye atau spanduknya dicantumkan gambarnya harus menunggu tahapan kampanye dan harus izin dulu ke Kemendagri dan ada izin cuti. Melakukan kebijakan kewenangan yang tentu saja menyangkut jabatan dia sebagai wali kota," lanjutnya.
Baca Juga:Machfud Pasang Foto Bareng Emil Salam 2 Jari di IG, Begini Respon Bawaslu..
Bahkan menurut Novli, baliho atau bannner yang terpasang itu, harusnya ditertibkan. Padahal Risma memiliki kewenangan untuk memerintahkan Satpol PP, yang justru seolah olah melakukan pembiaran,
"Wali kota kan punya kewenangan, itu lah yang kita persoalkan dan akhirnya melaporkan atas dugaan pelanggaran. Kenapa itu baru kami laporkan karena Pasal 71 ayat 3 itu baru hidup setelah ada pasangan calon," ungkapnya.
"Sebelum ditetapkan sudah ada wajahnya, nah ternyata waktu penetapan Eri Cahyadi calonnya. Artinya sudah terbukti dan bahwa benar-benar wali kota menyalahgunakan wewenangnya. Banner baliho gambar Risma dengan Eri Cahyadi itu kan banyak terus ada pesan berisi penerus risma," tambahnya.
Atas dua dugaan pelanggaran itu, KIPP meminta Bawaslu Kota Surabaya serius menanggani pelaporan KIPP tersebut dan memanggil serta menghadirkan Risma sebagai pihak terlapor untuk dimintai keterangan guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Pelaporan KIPP tersebut sebagai pengingat bahwa wali kota dalam jabatannya harus bersikap netral, tidak berpihak pada salah satu pasangan calon dan tidak menyalahgunakan kewenangan," katanya.
Selain itu, program dan kegiatan untuk kepentingan politik pemenangan salah satu pasangan calon karena keberadaan wali kota Surabaya adalah untuk melayani kepentingan masyarakat Surabaya.
"Sehingga segala kebijakan yang dikeluarkan haruslah berorientasi pada kepentingan masyarakat Surabaya, bukan orientasi kepentingan pemenangan pasangan calon Eri Cahyadi dan Armuji dalam Pilwali Kota Surabaya," kata Novli.
Kontributor : Arry Saputra