SuaraJatim.id - Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Blitar membongkar sindikat aborsi yang sudah beroperasi sejak 10 tahun lalu.
Dari sejumlah tersangka yang ditangkap, dua diantaranya merupakan oknum aparatur sipil negara (ASN) Dinas Kesehatan (Dinkes) dan seorang Bhabinkamtibmas.
"Kita menetapkan pelaku tersangka utama seorang PNS di Dinkes yang berinisial AT. Yang bersangkutan adalah tenaga medis di puskesmas dan melakukan praktik aborsi sejak 2003," kata Kapolres Blitar AKBP Ahmad Fanani Eko Prasetya, Kamis (17/12/2020).
Dalam kasus ini oknum ASN Dinkes yang ditangkap adalah Agus Trisulamik (AT) warga Sutojayan dan Bripka N yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas di salah satu desa di Kecamatan Kesamben. Polisi juga menetapkan L, siswi 16 tahun sebagai tersangka.
Baca Juga:Bejat! Gadis 13 Tahun Dicekoki Miras Lalu Disetubuhi 2 Pemuda Tanggung
Hasil penyidikan terungkap Agus Tri bertindak sebagai eksekutor, Bripka N bertugas untuk mengarahkan pasien agar berobat ke AT. Sementara L merupakan ibu dari janin yang telah digugurkan.
Terungkapnya kasus ini bermula saat polisi menangkap G, oknum Dinas Perhubungan atas kasus persetubuhan anak angkatnya serta upaya menggugurkan kandungan. Kasus itu lalu dikembangkan lagi.
Pada bulan November, polisi mendapati laporan praktik aborsi yang dilakukan Agus. Begitu diperiksa, terungkap Bripka N ikut campur tangan dalam praktik aborsi itu.
Tarif yang ditetapkan untuk sekali menggugurkan kandungan bervariasi. Antara 2.5 - 3 juta rupiah setiap orang. Praktik yang dibuka oleh Agus sejak 2003 itu berstatus ilegal atau tanpa dilengkapi izin.
"Dalam sebulan ada 3 saja, maka kalau sampai sekarang sudah berapa? Yang satu adalah membantu, turut serta mencari pelanggan," ungkap Fanani.
Baca Juga:Setelah 2 Dekade Digdaya, Jago PDIP di Pilkada Kabupaten Blitar 2020 Keok
Metode menggugurkan janin itu dilakukan melalui obat tertentu. Selain itu, ditemukan pula alat khusus yang dipakai Agus untuk mengeluarkan janin dari dalam rahim ketika polisi melakukan penggledahan di tempat praktik tersebut.
Namun, pelbagai temuan serta hasil pengungkapan kasus aborsi ini dibantah seluruhnya oleh Agus. Agus bersikeras tidak melakukan atau membuka praktik aborsi.
"Sebenarnya kalau saya melakukan aborsi, saya tidak mampu, tetapi saya kasih obat itu, anak itu mengalami keguguran. Tapi sebenarnya yang saya kasih atau saya lakukan tidak bisa disebut sebagai menggugurkan kandungan," kata Agus saat dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolres Blitar.
Pasien yang datang ke praktik Agus bervariasi. Ada yang tua, lanjut usia namun kebanyakan anak-anak.
Tarif yang dipatok untuk tiap pasien kebanyakan Rp 2.5 juta rupiah sedangkan untuk pil yang dipakai menggugurkan janin harganya Rp 50 ribu rupiah.
Pil yang diberikan kepada pasien bukan obat penggugur kandungan melainkan obat untuk menghentikan pendarahan pasca melahirkan. Pengakuan Agus, hanya orang tertentu saja yang diberitahu cara menggugurkan kandungannya.
"Jadi yang tanya ke saya itu tidak pasti saya beri obat itu. Tidak. Tapi saya kadang cuma memberikan surat saja," katanya.
Kini akibat perbuatannya, Agus dan Bripka N mendekam di tahanan Mapolres Blitar termasuk L, pelajar yang menggugurkan kandungan. Polisi menjerat para serta dengan pasal berlapis.
"Pasal yang kami sangkakan pasal 194 juncto pasal 75 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara," kata Fanani.
Kontributor : Farian