Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Selasa, 18 Mei 2021 | 21:41 WIB
Ilustrasi penganiayaan. (Shutterstock)

SuaraJatim.id - Beberapa waktu lalu mencuat kasus penganiayaan terhadap seorang aktivis perempuan di Jombang, sebut saja namanya Rani (bukan nama sebenarnya).

Rani dianiaya sejumlah orang yang diduga pendukung anak kiai Jombang yang menjadi tersangka kasus pelecehan seksual. Rani mengaku dianiaya, hanpone dirampas disertai ancaman dan kekerasan fisik kepalanya dibenturkan tembok.

Beberapa hari kemudian, Rani didampingi sejumlah aktivis melaporkan kasus penganiayaan itu. Terlapor bernama Zainun. Namun yang terjadi berikutnya, Zainun membantah pengakuan Rani.

Di sejumlah media, Zainun mengatakan tidak ada penganiayaan terhadap Rani yang dilakukan olehnya dan rekan-rekannya. Ia dan rekan-rekannya mendatangi Rani dengan tujuan 'meminta klarifikasi' atas status Facebook Rani yang Ia nilai menghina salah seorang kiai.

Baca Juga: Satpam di Jombang Salat Lalu Bunuh Diri, Tulis Surat Minta Maaf ke Ibunya

Zainun kemudian mengambil handphone Rani dengan tujuan 'mengamankan' handphone tersebut agar Rani tidak dapat menghapus kirimannya.

Zainun juga menyatakan bahwa kronologi penganiayaan yang Rani beserta jaringan advokasi dan media sebarkan adalah fitnah. Zainun menambahkan, Rani telah balik dilaporkan atas tuduhan fitnah dan perusakan mobil.

Merespons pernyataan Zainun tersebut, kumpulan aktivis di Jombang merilis fakta-fakta, kronologis peristiwa, dan jalannya proses advokasi sebagai berikut:

1. Rani merupakan salah satu saksi dalam kasus kekerasan seksual dengan tersangka M. Subchi Azal Tsani (MSAT) yang dilaporkan pada 29 Oktober 2019 dengan nomor laporan LPB/392/X/RES.1.24/2019/JATIM/RES.JBG. Sebelumnya, Rani pernah menjadi pelapor dalam perkara yang sama pada 23 Juli 2018 dengan Laporan Polisi Nomor LPB/233/VII/2018/JATIM/RES.JBG.

Namun Polres Jombang melakukan SP3 dengan alasan bukan perkara pidana dan tidak cukup bukti. Rani aktif melakukan pendampingan, melakukan advokasi dan menggalang dukungan untuk para korban kekerasan seksual dari tersangka MSAT

Baca Juga: Sempat Salat, Satpam Ditemukan Tewas Menggantung di Dapur Yayasan

2. Berdasarkan keprihatinan dan mandeknya prosedur hukum tersangka MSAT, seorang putra Kiai di salah satu pondok pesantren di Jombang yang tidak kunjung mendapat kejelasan semenjak ditetapkannya status tersangka terlapor sejak 12 November 2019 berdasarkan SPDP Nomo B/175/XI/RES.1.24/2019/Satreskim, Rani membuat sebuah unggahan Facebook untuk menunjukkan keresahan dan kekhawatiran perkembangan kasus yang sedang Ia dampingi.

Pihak terlapor dan kelompok pendukungnya menganggap unggahan Rani menyerang/menghina pimpinan thoriqoh. Nyatanya, penetapan status MSAT sebagai tersangka sudah menunjukkan bukti bahwa kekerasan itu ada dan belum ada tindakan tegas yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

3. Kejadian bermula saat Zainun dan rekan-rekannya (selanjutnya disebut pihak terlapor) mendatangi rumah Rani dengan maksud mencari keberadaan Rani pada Minggu, 9 mei 2021, siang hari. Orang tuanya Rani berpikir bahwa terlapor adalah teman-teman Rani dan memberitahu keberadaan Rani yang tengah mengaji di salah satu rumah warga.

4. Pihak terlapor datang dengan membentak Rani. Pihak terlapor langsung merampas handphone milik Rani. Rani sebagai korban dalam kejadian mencoba untuk melakukan perlawan dengan berteriak meminta tolong, tapi tidak ada orang yang saat itu membantunya. Akibat perbedaan tenaga dan fisik Rani dengan terlapor, terlapor berhasil mengambil paksa handphone milik Rani.

5. Rani kesal handphone miliknya dirampas. Dia meminta terlapor dan rekannya untuk mengembalikan karena mereka tidak mempunyai hak atas handphone tersebut. Pihak terlapor lalu mengatakan, "Awakmu menghina guruku pada ae menghina warga thoriqoh sak Indonesia, bahkan dunia internasional (Kamu menghina guruku sama saja menghina warga thoriqoh se-Indonesia, bahkan dunia Internasional)."

6. Terlapor melakukan beberapa bentuk kekerasan kepada Rani diantaranya adalah: (1) cengkraman ke mulut dan membenturkan kepala Rani ke tembok cukup keras beberapa kali yang membuat Rani kesakitan di bagian kepala, (2) percobaan untuk melakukan kekerasan fisik kepada Rani dalam bentuk pukulan yang kemudian gagal karena dihalangi warga, (3) ancaman dalam bentuk ucapan "korban tidak akan selamat".

7. Rangkaian kejadian di atas adalah fakta-fakta penganiayaan yang Zainun coba elak. Dalih Zainun dan rekan-rekannya bahwa mereka mendatangi Rani dengan alasan meminta klarifikasi dan mengamankan handphone sebagaimana yang telah mereka sampaikan kepada beberapa media adalah pernyataan yang jelas-jelas tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

8. Akibat kejadian tersebut, Rani dan keluarganya memutuskan melaporkan peristiwa penganiayaan kepada pihak berwajib dengan laporan polisi nomor LPB/15/V/RES.1.6/2021/RESKRIM/JOMBANG/SPKT Polsek Ploso pada tanggal 9 Mei 2021.

9. Di hari yang sama pada tanggal 9 mei 2021, tepatnya pada malam hari, rumah Rani didatangi oleh gerombolan lain yang diduga dari jamaah salah satu thoriqoh yang sama dengan terlapor. Hal ini membuat Rani dan keluarganya merasa terintimidasi.

10. Setelah melaporkan peristiwa penganiayaan itu, Rani mendapatkan berbagai serangan ujaran kebencian dan penyebaran identitas (doxxing) di media sosial.

11. Pada tanggal 12 Mei 2021, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menerbitkan Siaran Pers tentang Penganiayaan, Ancaman Kekerasan dan Intimidasi terhadap Perempuan Pembela HAM Pendamping Korban Kekerasan Seksual di Jombang.

12. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (PPKBPPPA) Kabupaten Jombang berkomitmen memberikan perlindungan terhadap Rani.

13. Kasus penganiayaan terhadap Rani dan kencangnya serangan terhadap advokasi kasus ini menunjukan bahwa Perempuan Pembela HAM (WHRD) rentan mendapatkan diskriminasi, kekerasan, dan ancaman yang lebih berat. Dengan ini kami sebagai tim yang tergabung dalam jaringan advokasi kasus penganiayaan terhadap Rani, memberikan tuntutan kepada pihak-pihak terkait:

1. Kepolisian Polres Jombang untuk segera mengusut tuntas kasus penganiayaan dan ancaman terhadap Rani (LP-B/15/V/RES.1.6/2021/RESKRIM/JOMBANG/SPKT) serta memastikan Rani dan keluarganya mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik, kekerasan di ranah digital (ujaran kebencian, doxxing, dsb), ancaman kekerasan lanjutan, dan kriminalisasi.

2. Polda Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk segera berkoordinasi menuntaskan penyidikan kasus kekerasan seksual tersangka M. Subchi Azal Tsani (MSAT) (Nomor LP/329/X/RES.1.24./2019/JATIM/RES.JOMBANG) agar kepastian hukum dan perlindungan terhadap korban atas keadilan, kebenaran dan pemulihan terpenuhi;

3. Kementerian Agama dan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) untuk mengembangkan program untuk memastikan lingkungan Pendidikan pesantren aman dari kekerasan seksual;

4. Pemimpin dan pemuka agama dan masyarakat di Provinsi Jawa Timur agar mendorong penggunaan mekanisme hukum dan mencegah tindakan-tindakan kekerasan atau main hakim sendiri, dan mempercayakan kedua kasus tersebut diselesaikan oleh aparat penegak hukum;

5. DPR RI segera membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang di dalamnya menjamin hak-hak korban dan pendamping korban kekerasan seksual untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi; Berdasarkan kronologi dan tuntutan di atas, kami memohon dukungan dan solidaritas kepada kawan-kawan jaringan untuk mengawal proses hukum terlapor Zainun dan rekan-rekannya agar dapat berjalan sebagaimana hukum yang berlaku. Atas dukungan dan solidaritas kawankawan sekalian, kami sampaikan terima kasih.

Load More