SuaraJatim.id - Beberapa waktu lalu mencuat kasus penganiayaan terhadap seorang aktivis perempuan di Jombang, sebut saja namanya Rani (bukan nama sebenarnya).
Rani dianiaya sejumlah orang yang diduga pendukung anak kiai Jombang yang menjadi tersangka kasus pelecehan seksual. Rani mengaku dianiaya, hanpone dirampas disertai ancaman dan kekerasan fisik kepalanya dibenturkan tembok.
Beberapa hari kemudian, Rani didampingi sejumlah aktivis melaporkan kasus penganiayaan itu. Terlapor bernama Zainun. Namun yang terjadi berikutnya, Zainun membantah pengakuan Rani.
Di sejumlah media, Zainun mengatakan tidak ada penganiayaan terhadap Rani yang dilakukan olehnya dan rekan-rekannya. Ia dan rekan-rekannya mendatangi Rani dengan tujuan 'meminta klarifikasi' atas status Facebook Rani yang Ia nilai menghina salah seorang kiai.
Zainun kemudian mengambil handphone Rani dengan tujuan 'mengamankan' handphone tersebut agar Rani tidak dapat menghapus kirimannya.
Zainun juga menyatakan bahwa kronologi penganiayaan yang Rani beserta jaringan advokasi dan media sebarkan adalah fitnah. Zainun menambahkan, Rani telah balik dilaporkan atas tuduhan fitnah dan perusakan mobil.
Merespons pernyataan Zainun tersebut, kumpulan aktivis di Jombang merilis fakta-fakta, kronologis peristiwa, dan jalannya proses advokasi sebagai berikut:
1. Rani merupakan salah satu saksi dalam kasus kekerasan seksual dengan tersangka M. Subchi Azal Tsani (MSAT) yang dilaporkan pada 29 Oktober 2019 dengan nomor laporan LPB/392/X/RES.1.24/2019/JATIM/RES.JBG. Sebelumnya, Rani pernah menjadi pelapor dalam perkara yang sama pada 23 Juli 2018 dengan Laporan Polisi Nomor LPB/233/VII/2018/JATIM/RES.JBG.
Namun Polres Jombang melakukan SP3 dengan alasan bukan perkara pidana dan tidak cukup bukti. Rani aktif melakukan pendampingan, melakukan advokasi dan menggalang dukungan untuk para korban kekerasan seksual dari tersangka MSAT
Baca Juga: Satpam di Jombang Salat Lalu Bunuh Diri, Tulis Surat Minta Maaf ke Ibunya
2. Berdasarkan keprihatinan dan mandeknya prosedur hukum tersangka MSAT, seorang putra Kiai di salah satu pondok pesantren di Jombang yang tidak kunjung mendapat kejelasan semenjak ditetapkannya status tersangka terlapor sejak 12 November 2019 berdasarkan SPDP Nomo B/175/XI/RES.1.24/2019/Satreskim, Rani membuat sebuah unggahan Facebook untuk menunjukkan keresahan dan kekhawatiran perkembangan kasus yang sedang Ia dampingi.
Pihak terlapor dan kelompok pendukungnya menganggap unggahan Rani menyerang/menghina pimpinan thoriqoh. Nyatanya, penetapan status MSAT sebagai tersangka sudah menunjukkan bukti bahwa kekerasan itu ada dan belum ada tindakan tegas yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
3. Kejadian bermula saat Zainun dan rekan-rekannya (selanjutnya disebut pihak terlapor) mendatangi rumah Rani dengan maksud mencari keberadaan Rani pada Minggu, 9 mei 2021, siang hari. Orang tuanya Rani berpikir bahwa terlapor adalah teman-teman Rani dan memberitahu keberadaan Rani yang tengah mengaji di salah satu rumah warga.
4. Pihak terlapor datang dengan membentak Rani. Pihak terlapor langsung merampas handphone milik Rani. Rani sebagai korban dalam kejadian mencoba untuk melakukan perlawan dengan berteriak meminta tolong, tapi tidak ada orang yang saat itu membantunya. Akibat perbedaan tenaga dan fisik Rani dengan terlapor, terlapor berhasil mengambil paksa handphone milik Rani.
5. Rani kesal handphone miliknya dirampas. Dia meminta terlapor dan rekannya untuk mengembalikan karena mereka tidak mempunyai hak atas handphone tersebut. Pihak terlapor lalu mengatakan, "Awakmu menghina guruku pada ae menghina warga thoriqoh sak Indonesia, bahkan dunia internasional (Kamu menghina guruku sama saja menghina warga thoriqoh se-Indonesia, bahkan dunia Internasional)."
6. Terlapor melakukan beberapa bentuk kekerasan kepada Rani diantaranya adalah: (1) cengkraman ke mulut dan membenturkan kepala Rani ke tembok cukup keras beberapa kali yang membuat Rani kesakitan di bagian kepala, (2) percobaan untuk melakukan kekerasan fisik kepada Rani dalam bentuk pukulan yang kemudian gagal karena dihalangi warga, (3) ancaman dalam bentuk ucapan "korban tidak akan selamat".
Berita Terkait
-
Satpam di Jombang Salat Lalu Bunuh Diri, Tulis Surat Minta Maaf ke Ibunya
-
Sempat Salat, Satpam Ditemukan Tewas Menggantung di Dapur Yayasan
-
Diduga Usik Anak Kiai, Kepala Aktivis Perempuan Jombang Dibenturkan Tembok
-
Aktivis Perempuan di Jombang Dianiaya oleh Sekelompok Pria
-
Gus Zuem Darul Ulum Jombang Setuju Saja Dakwah di Gereja Seperti Gus Miftah
Terpopuler
- Tanpa Naturalisasi! Pemain Rp 2,1 Miliar Ini Siap Gantikan Posisi Ole Romeny di Ronde 4
- Akal Bulus Dibongkar KPK, Ridwan Kamil Catut Nama Pegawai Demi Samarkan Kepemilikan Kendaraan
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- Bocor! Timnas Indonesia Naturalisasi 3 Pemain Keturunan, Ada dari Luar Eropa
- Thijs Dallinga Keturunan Apa? Striker Bologna Mau Dinaturalisasi Timnas Indonesia untuk Ronde 4
Pilihan
-
Demi Juara, Pemain Timnas Indonesia U-23 Diminta Pakai Cara 'Keras' Lawan Vietnam
-
Harga Emas Antam Makin Merosot, Hari Ini Jadi Rp 1.906.000 per Gram
-
Mengenal Faskho Sengox, 'Mbah Buyut' Sound Horeg yang Melegenda Jauh Sebelum Edi Sound Viral
-
Ingin Tahu Profesi Masa Depan Anak? Temukan Potensi Unik Mereka dengan Teori Multiple Intelligences!
-
Prediksi Timnas Indonesia U-23 vs Vietnam: Saatnya Juara di Rumah!
Terkini
-
Akses Hunian Terjangkau Meningkat, BRI Maksimalkan Penyaluran KPR Subsidi dengan Skema FLPP
-
5 Waktu Terbaik untuk Melaksanakan Sholat Dhuha Menurut Buya Yahya
-
5 Keajaiban Karomah Mbah Kholil Bangkalan: Antara Kalimat Tahlil dan Seekor Sapi
-
DPRD Jatim Soroti Regrouping Sekolah: Harus Dicegah Sejak Dini
-
Revitalisasi Tambak Bisa Sejahterakan Petambak, DPRD Jatim: Asal Tak Salah Langkah