SuaraJatim.id - Persoalan menikah dini pada anak - anak masih menjadi masalah serius di sejumlah daerah di Jawa Timur. Hampir setiap tahun dispensasi usia pernikahan masih tergolong banyak.
Aggota DPRD Jatim Indriani Yulia Mariska menyoroti hal tersebut. Dia mengatakan, angka perkawinan anak masih tinggi.
Data Pengadilan Tinggi Agama diketahui setiap tahun ada ribuan anak yang mengajukan dispensasi nikah. Tahun 2022 saja, sedikitnya ada 15.095 kasus dispensasi nikah.
Jumlah tersebut turun dibanding 2023 yang mencapai 12.334 kasus. Setahun kemudian, pada 2024 kembali turun di angka 8.753 perkara.
Baca Juga:DPRD Jatim Setujui LKPJ 2024, Gubernur Khofifah: Semua Rekomendasi Jadi Acuan Perbaikan Pembangunan
Namun di balik angka tersebut, Indriani khawatir ada kasus - kasus belum terungkap secara hukum.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu menduga masih banyak kasus - kasus pernikahan anak yang belum terungkap. Bisa jadi, fakta di lapangan jauh lebih kompleks.
Jumlah kasus pernikahan dini jauh lebih besar karena masih banyak yang tidak tercatat secara legal.
“Data tersebut merupakan data formal yang tercatat pada Pengadilan Tinggi Agama. Namun perkawinan anak yang tidak melalui dispensasi kawin justru lebih banyak di tengah masyarakat,” ujarnya dalam laporan fraksi di Rapat Paripurna DPRD Jawa Timur pada 28 Mei 2025.
Indirani meminta pemerintah serius melihat isu pernikahan dini sebagai salah satu isu pembangunan.
Baca Juga:PAD Tembus Target, Tapi Ada Beri Catatan dari Fraksi Gerindra DPRD Jatim
Dia berharap ada kolaborasi lintas sektor untuk terus menekan angka perkawinan anak tersebut.
Pemerintah, pemangku kebijakan lainnya, dan masyarakat harus bekerja sama untuk bisa terus menekan angka pernikahan anak. “Hal ini berarti kasus perkawinan anak menjadi permasalahan pembangunan Provinsi Jawa Timur yang harus disinergikan dengan instansi terkait dan masyarakat,” kata Indriani.
Secara umum, pernikahan dini merujuk pada pernikahan yang dilangsungkan ketika salah satu atau kedua pihak belum mencapai usia yang dianggap matang secara fisik, mental, emosional, dan sosial untuk memasuki jenjang perkawinan dan membangun rumah tangga.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia minimal perkawinan di Indonesia saat ini adalah 19 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Batas usia menikah ini diharapkan anak-anak memiliki waktu yang lebih cukup untuk menyelesaikan pendidikan, mempersiapkan diri secara fisik dan mental, serta mencapai kematangan yang diperlukan sebelum memasuki jenjang pernikahan.
Pernikahan dini merupakan masalah kompleks yang membutuhkan komitmen dari semua pihak. Dengan batas usia menikah yang lebih tinggi dan upaya pencegahan yang terpadu, diharapkan generasi muda Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, meraih potensi penuh mereka, dan membangun masa depan yang lebih baik.
- 1
- 2